Rabu 14 Aug 2019 18:49 WIB

Melancarkan Serangan Balik ke KKSB tak Selesaikan Masalah

Korban bukan hanya dari pihak TNI-Polri dan KKSB, tetapi juga masyarakat sipil.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Ratna Puspita
Sejumlah prajurit TNI bersiap di Papua (Ilustrasi)
Foto: Antara/Gusti Tanati
Sejumlah prajurit TNI bersiap di Papua (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Yayasan Keadilan dan Keutuhan Manusia Papua, Theo Hesegem, melihat serangan balik terhadap kelompok kriminal separatis bersenjata (KKSB) tidak akan menyelesaikan masalah. Hal itu, kata dia, justru akan menimbulkan lebih banyak jatuhnya korban.

"Serangan balik itu justru banyak orang korban. Karena ini perintah seorang nomor dua di Indonesia dan itu akan terjadi. Kalau itu terjadi, itu negara bisa jadi sorotan habis-habis karena itu perintah, sekalipun presiden tidak sampaikan," ujar Theo usai konferensi pers di daerah Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (14/8).

Baca Juga

Menurutnya, korban yang akan jatuh bukan hanya dari pihak TNI-Polri dan KKSB, melainkan juga masyarakat sipil. Ia mengatakan, para petinggi negara tidak pernah melihat kondisi riil di lapangan seperti apa.

Karena itu, mereka tidak melihat sesulit apa konflik yang tengah berlangsung. "Kita mempersulitkan anggota juga yang mengakibatkan anggota meninggal dunia. Lalu ketika meninggal, keluarga dan istri, anak, mereka siapa yang memperhatikan?" jelas dia.

Hal yang harusnya dilakukan, kata Theo, bukanlah menyerang balik. Ada baiknya jika pemerintah mengundang tokoh-tokoh masyarakat berikut masyarakatnya untuk duduk bersama membahas solusi apa yang seharusnya diambil.

"Terkait dengan politik itu saya kira penyelesaian itu dicoba seperti di Aceh. Jadi mereka yang ada di sana, misalnya aktor-aktor politik, seperti aktor OPM itu, perlu di undang, perlu duduk, perlu bicara, sehingga masalah ini tidak terus terjadi," tuturnya.

Di samping itu, sejauh ini sudah ada sebanyak 184 masyarakat sipil yang menjadi korban kekerasan dari konflik antara kelompok kriminal separatis bersenjata (KKSB) dengan militer di Nduga, Papua. Dari jumlah tersebut, 182 di antaranya merupakan korban meninggal dunia.

"Total korbannya itu ada sekitar 184. Dari 184 itu, dua diduga masih hidup. Jadi korban (jiwa) total itu 182," ungkap Theo.

Theo menjadi bagian dalan Tim Kemanusiaan Kabupaten Nduga Provinsi Papua. Bersama rekan-rekan lainnya Theo mendata nama-nama korban meninggal dunia tersebut.

Ia pun telah mengonfirmasi ke pendeta-pendeta yang ada di sana dan berani mempertanggungjawabkan data tersebut. "Kita paparkan di depan seluruh hamba tuhan dan mereka membenarkan itu benar. 'Karena mereka meninggal kami yang makamkan.' Di situ ada 1-2 foto itu mereka kasih. Saya ambil fotonya. Mereka membenarkan, itu benar," ujar dia.

Pengungsi dari Nduga, kata Theo, terbagi menjadi beberapa kategori. Ada yang mengungsi ke kabupaten lain, ada pula yang mengungsi ke hutan-hutan. Tak sedikit masalah yang terjadi pada para pengungsi itu yang mengakibatkan hilangnya nyawa mereka.

Sementara itu, Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD), Jenderal Andika Perkasa, telah menanggapi kabar yang menyatakan masyarakat Nduga yang trauma dengan kehadiran aparat keamanan. Hal yang membuat mereka mengungsi ke luar Nduga.

Dalam menanggapi hal itu, Andika tidak mau masuk ke dalam konteks operasi karena untuk itu yang berwenang adalah Mabes TNI. Ia menjelaskan, jika warga masyarakat di sana memang benar mengeluhkan apa yang dilakukan oleh pihak TNI AD, maka TNI AD terbuka untuk memperbaiki diri.

"Tapi kalau memang tidak ada apa-apa kemudian juga mereka terus komplain. Ya, harus ada dasarnya dong. Harus realistis dan logis saja. Apa yang sudah kami lakukan di sana, apa keberatan mereka, dan seterusnya," jelas Andika di Markas Besar TNI AD, Jakarta Pusat, Selasa (13/8). 

Ia juga mengatakan, kehadiran TNI di Nduga tidak jauh berbeda dengan kehadirannya di wilayah lain. TNI AD, kata dia, tidak membeda-bedakan satu wilayah dengan wilayah lainnya.

"Yang jelas kami hadir di sana sama seperti di tempat lain kok. Tidak kemudian kami di sana melakukan tindakan yang berbeda. Sama sekali tidak," tuturnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement