Kamis 15 Aug 2019 07:44 WIB

35 Jam, Gergaji Kecil Memotong Jeruji Besi dalam Senyap

Saya bertahan hidup dengan makan kelapa.

Sidang Perdana Dorfin. Dorfin Felix (35) bandar narkoba asal Prancis yang sempat kabur dari rumah tahanan Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Barat (Polda NTB) berada ditahanan sementara Pengadilan Negeri Mataram untuk menjalani sidang perdana di Pengadilan Negeri Mataram, NTB, Kamis (21/2/2019).
Foto: Antara/Hero
Sidang Perdana Dorfin. Dorfin Felix (35) bandar narkoba asal Prancis yang sempat kabur dari rumah tahanan Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Barat (Polda NTB) berada ditahanan sementara Pengadilan Negeri Mataram untuk menjalani sidang perdana di Pengadilan Negeri Mataram, NTB, Kamis (21/2/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, Menggunakan bahasa Prancis yang diterjemahkan, Dorfin Felix menceritakan bagaimana dia lolos dari Rumah Tahanan Polda NTB awal tahun lalu. Dorfin kini berdiri sebagai saksi dalam sidang terdakwa pungutan liar Rutan Polda NTB, Kompol Tuti Mariyati, di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Mataram, NTB, Rabu (14/8).

"Beruntungnya, pada saat saya melarikan diri dari jendela jeruji besi kamar tahanan yang sudah saya potong itu, tidak ada orang yang mendengar, padahal suaranya keras," kata Dorfin.

Penyelundup narkoba itu mengatakan, pada Senin, 21 Januari 2019, sel tahanan lantai dua Rutan Polda NTB begitu sepi. Sekitar pukul 01.30 WITA, ia menerobos keluar dari jeruji besi yang telah dipotong dengan gergaji berukuran kecil. Tidak ada orang yang melihat, bahkan ketika ia keluar gedung itu untuk melarikan diri.

Lelaki yang menghebohkan Polda NTB karena hilang sesaat sebelum pelimpahan ke kejaksaan itu mengaku gergaji besi kecil tersebut didapatkan dari seseorang yang tak dia kenal. Pengantar makanan itu tidak mengatakan apa pun. "Saya dapat dari makanan yang masuk ke saya. Tidak tahu siapa yang kasih," kata dia.

Dorfin yang saat itu sudah dua bulan tinggal sendiri di sel tahanan lantai dua mengaku tidak menyia-nyiakan alat kecil itu. Ia pun mulai memotong jeruji sel sedikit demi sedikit. "Besi saya potong pada waktu malam hari dan setiap harinya kamar saya tutup dengan tirai kelambu. Sengaja saya pasang supaya tidak ada yang lihat pada saat memotong besi," kata dia.

Anehnya, tidak satu pun ada larangan atau yang curiga dengan kelambu kamar sel Dofix. "Tidak ada yang larang, termasuk Tuti," kata dia. Saat itu Kompol Tuti merupakan kepala rutan tersebut.

Hingga 35 jam, usaha Dofix akhirnya membuahkan hasil. Gergaji kecil itu telah memotong habis jeruji besi jendela tahanan. Senin itu Dofix dan alat bukti narkoba akan dilimpahkan ke jaksa penuntut umum. "Saya kabur malam itu juga dengan jalan kaki ke Hutan Pusuk (Lombok Utara)," kata dia.

Dorfin mengaku bahwa tidak ada yang mengetahui aksi pelariannya. Begitu juga dengan Tuti ataupun petugas jaga yang ada di Rutan Polda NTB. "Bahkan, pada saat saya kabur, HP yang saya dapat dari Tuti saya hancurkan lebih dulu biar Tuti tidak tahu," kata dia.

Selama masa pelariannya, Dorfin mengaku bersembunyi di dHlam hutan Pusuk. "Saya bertahan hidup dengan makan kelapa, makan makanan monyet-monyet di sana. Saya cari momentum untuk kabur keluar pulau dengan boat, itu rencananya," kata dia.

Hilangnya Dofix tidak hanya mengebohkan Polda NTB. Kabar tentang Dofix yang diperlakukan khusus oleh kepala tahanan bahkan direspons Mabes Polri.

Dofix diduga menyuap polisi untuk membantunya melarikan diri. Saat itu Kompol Tuti telah dibebastugaskan dan ditahan. Namun, tim Polri yang menyelidiki suap itu tidak menemukan bukti suap Rp 10 miliar kepada Kompol Tuti.

Belakangan, Dorfin ditangkap di Hutan Pusuk karena sudah tidak memiliki bekal. Dofix ditemukan dalam keadaan lemas setelah 12 hari menghilang.

Dorfin mengakui, biaya hidup sebagai seorang tahanan di Rutan Polda NTB sangat tinggi. "Semua di sana mahal. Makanan juga mahal. Untuk karpet saja, saya harus bayar Rp 2 juta," kata Dorfin.

Belum lagi uang yang harus dia keluarkan untuk diberikan kepada petugas jaga di Rutan Polda NTB. Dorfin mengaku kerap memberikan Rp 100 ribu-Rp 200 ribu. "Makanya saya sediakan uang di kantong saya sampai Rp 5 juta," kata dia.

photo
Tahanan Polda NTB Dorfin Felix (kanan) dibawa petugas kepolisian ketika tiba di Mapolda NTB, Jumat (1/2/2019).

Dorfin mengaku mendapatkannya dari kiriman orang tuanya di Prancis. "Saya dikirimkan ibu saya melalui Western Union. Saya dibantu Tuti untuk mengambilnya," kata Dorfin. Begitu juga untuk menghubungi keluarganya di Prancis, Tuti meminjamkan telepon genggamnya.

Berdasarkan alat bukti, uang diterima dalam dua kali pengiriman dengan nilai keseluruhan mencapai Rp 15 juta. Dorfin menggunakannya untuk biaya hidup selama berada dalam Rutan Polda NTB. "Jadi, selama dua bulan saya berada di rutan, uang saya gunakan untuk bayar karpet, HP, makan, dan juga TV. Tapi, TV itu bukan disimpan di kamar saya, di lorong, biar bisa dinikmati yang lain," kata dia. n ed: ilham tirta

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement