REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ada yang baru dari pelaksanaan upacara yang akan digelar Pemda DKI pada HUT ke-74 RI pada 17 Agustus 2019 mendatang. Rencananya, Gubernur DKI Jakarta, Anies Rasyid Baswedan akan menggelar upacara 17 Agustus di pulau reklamasi di utara Jakarta.
Alasan Anies menggelar upacara 17 Agustus di pulau reklamasi ingin menegaskan kepemilikan pulau reklamasi adalah milik masyarakat umum. Semua masyarakat umum bisa mengakses pulau tersebut tanpa harus dibatasi oleh pihak tertentu atau swasta.
"Dulu lahan reklamasi adalah wilayah tertutup, bahkan media pun masuk ke sana tidak bisa, dijaga ketat seakan-akan itu milik pribadi, seakan-akan milik swasta. Kemudian, kita ubah kawasan itu menjadi kawasan milik Republik Indonesia, yang seluruh warga negara bebas bisa masuk ke kawasan itu," kata Anies kepada wartawan di gedung DPRD DKI Jakarta, Rabu (14/8).
Anies menegaskan, upacara 17 Agustus di pulau reklamasi nanti untuk menyimbolkan dari kepemilikan ini adalah milik negara, bukan milik pribadi. Karena itu, Pemprov DKI menyelenggarakan upacara di sana sebagai simbol bahwa itu tanah Indonesia, itu air Indonesia.
"Itu tanah air kita dan kita selenggarakan peringatan kemerdekaan Tanah Air ini di hasil tanah yang dulunya dikuasai dan tertutup oleh swasta. Jadi, ini adalah sebuah pesan tidak ada wilayah eksklusif, tertutup, ini adalah milik kami, milik Republik Indonesia," katanya menerangkan.
Itulah pesan penting diselenggarakannya upacara bendera 17 Agustus 2019 di tempat pulau reklamasi itu. Hal ini menandai tanah pulau reklamasi masih berada di bawah kibaran Merah Putih.
Ingub No 71 Tahun 2019 tentang Upacara Pengibaran Bendera dalam Rangka Peringatan Hari Ulang Tahun ke-74 Kemerdekaan Republik Indonesia, menyebut Upacara Peringatan 74 Tahun Kemerdekaan Indonesia di Pulau D yang merupakan hasil reklamasi Teluk Jakarta.
Para peserta upacara diminta hadir dan sudah siap di lokasi pada pukul 07.00 WIB. Untuk akses menuju Pantai Maju, pihak penyelenggara akan menyiapkan bus yang akan berangkat paling lambat pada pukul 05.30 WIB.
Bencana Ekologis
Sementara itu, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jakarta mengingatkan reklamasi Teluk Jakarta bisa menimbulkan bencana ekologis jika terus dilanjutkan. “Akan ada akumulasi pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup yang kita sebut bencana ekologis,” kata Direktur Eksekutif Walhi Jakarta, Tubagus Soleh Ahmadi.
Bencana ekologis tersebut, Tubagus menjelaskan, misalnya, banjir yang akan semakin meningkat karena reklamasi bisa menghambat proses alamiah 13 sungai besar di Jakarta.
Selain itu, reklamasi juga akan berdampak pada perluasan pencemaran perairan di Jakarta karena dengan kondisi saat ini semakin dekat perairan dengan daratan, maka semakin besar pula potensi pencemarannya.
Tubagus menambahkan, bagian dari bencana ekologis yang tidak kalah pentingnya adalah perubahan ekosistem secara besar-besaran, yang tidak hanya di perairan saja, tetapi juga angin. Dalam pandangan Walhi Jakarta, jika betul terjadi seperti itu, akan ada 'hantu' bagi lingkungan pada masa yang akan datang.
“Kalau reklamasi dilanjutkan, ini akan jadi preseden buruk bagi masa depan lingkungan hidup,” ujar Tubagus.
Hal tersebut, Tubagus menambahkan, bisa dijelaskan dengan hilangnya ruang ekosistem penting di Jakarta yang kemudian malah diakomodasi menjadi ruang yang bukan peruntukannya akibat reklamasi. Singkatnya, kata dia, tidak ada lagi kepastian ruang hidup di Jakarta.
Atas kondisi demikian, Tubagus menyatakan, Walhi Jakarta menekan pada solusi dari hulu, yakni penghapusan izin reklamasi dalam peraturan daerah (perda). Perda DKI Jakarta yang memuat izin reklamasi adalah Perda No 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah dan Perda No 1 Tahun 2014 tentang Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi.
“Selama dalam kebijakan itu masih diatur tentang reklamasi, ya peluang reklamasi masih terus ada, makanya harus dihapus,” kata dia menambahkan.