Senin 12 Aug 2019 14:41 WIB

Wasekjen PAN Usul 10 Kursi Pimpinan MPR

Sepuluh kursi terdiri dari sembilan fraksi dan satu orang mewakili DPD RI.

Wakil Sekretaris Jenderal PAN Saleh Partaonan Daulay
Foto: RepublikaTV/Fian Firatmaja
Wakil Sekretaris Jenderal PAN Saleh Partaonan Daulay

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Sekretaris Jenderal DPP PAN, Saleh Partaonan Daulay, mengusulkan agar kursi Pimpinan MPR RI berjumlah 10. Kursi itu terdiri dari sembilan berasal dari fraksi dan satu orang mewakili kelompok DPD RI.

"MPR harus dijadikan sebagai lembaga politik kebangsaan di mana semua fraksi dan kelompok menyatu. Di MPR mestinya tidak ada koalisi dan oposisi, tetapi justru yang perlu ditekankan adalah NKRI," kata Saleh di Jakarta, Senin (12/8).

Baca Juga

Dia mengusulkan komposisi pimpinan MPR itu berasal dari semua fraksi yang ada ditambah dengan perwakilan kelompok DPD. Menurut dia, musyawarah mufakat adalah perwujudan demokrasi Pancasila.

Hal itu yang perlu diaktulisasikan lagi saat ini sehingga diharapkan rekonsiliasi kebangsaan yang diinginkan semua pihak bisa terealisasi. "Kalau respons ini bisa diterima, berarti tidak perlu lagi ramai-ramai memperebutkan kursi pimpinan MPR. Paling menentukan ketuanya saja yang perlu dimusyawarahkan dan semua terakomodir," ujarnya.

Namun, Saleh mengatakan Fraksi PAN belum mengomunikasikan usulan tersebut kepada semua fraksi di MPR RI karena masih wacana awal. Selain itu, usulan ini juga untuk menanggapi pernyataan Ahmad Basarah yang menginginkan agar ada unsur Koalisi Indonesia Kerja (KIK) dan Koalisi adil Makmur dalam pimpinan MPR.

Dia mengatakan terkait politik akomodatif di MPR, selama ini semua fraksi tidak pernah mempersoalkan, buktinya dalam proses pemilihan pimpinan MPR, selalu ada unsur yang mewakili DPD. "Bukankah itu wujud politik akomodatif yang sudah dilaksanakan selama ini," katanya.

Menurut dia, di dalam draf perubahan tatib MPR RI yang ada, jelas disebutkan bahwa setiap paket pimpinan MPR harus ada unsur DPD, kalau ada tiga paket, berarti ada 3 orang unsur DPD. Hal itu, menurut dia, jelas sekali sebagai bagian dari politik akomodatif, dan itu hal biasa dan sudah berlangsung di MPR selama ini.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement