REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemilihan Umum 2019 telah usai. Berlalunya penyelenggaraan pesta demokrasi tersebut memunculkan wacana dan usulan baru untuk perhelatan yang sama lima tahun mendatang. Salah satu usulan yang muncul, yakni ambang batas parlemen atau parliamentary threshold (PT) berjenjang sejak DPRD Kabupaten/Kota.
Ambang batas parlemen atau ketentuan persentase jumlah suara yang harus diraih partai politik untuk meloloskan wakilnya ke parlemen selama ini hanya berlaku di tingkat DPR. Dengan usulan ini, ambang batas parlemen berlaku tidak hanya untuk DPR, melainkan juga DPRD provinsi, DPRD kabupaten maupun DPRD kota.
Usulan ini dilontarkan oleh Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo ketika menjelaskan usulan Revisi Undang Undang Pemilu. Pemerintah menilai ambang batas di tingkat DPRD diperlukan untuk menghindari adanya satu kursi satu fraksi.
"Jangan sampai nanti satu kursi satu fraksi. Jumlah komisi berapa, saya kira nanti pelru dipertimbangkan,” katanya.
Tjahjo mengatakan pemerintah belum menentukan besaran persentase parliamentary threshold untuk DPRD. Besaran akan dibahas saat rapat Pemerintah dengan DPR periode mendatang. "Mungkin DPRD provinsinya dibuat 3 persen atau 4 persen, lalu DPRD kabupaten/kota dibuat 2 persen, misalnya," ujar Tjahjo.
Usulan ini langsung mendapat tanggapan beragam dari partai-partai politik, baik yang lolos maupun tidak lolos ke DPR tahun ini. Partai Gerindra menjadi partai yang menyatakan penolakannya terhadap usulan ini. Gerindra memandang ambang batas di tingkat DPRD berpotensi membuat suara pemilih menjadi hangus.
"Biar bagaiamana kami harus menghormati Indonesia sebagai negara yang besar, yang plural, terdiri dari suku bangsa, agama, etnis, budaya, komunitasnya banyak, ormasnya banyak, organisasinya banyak, kami beri kesempatan juga termasuk organisasi lokal banyak untuk bisa menyalurkan aspirasi di daerah masing-masing," kata Ketua DPP Partai Gerindra Ahmad Riza Patria di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (9/8).
Riza menilai ambang parlemen (parliamentary treshold) belum perlu diberlakukan di tingkat DPRD. Bahkan saat pembahasan revisi undang-undang Pemilu 2017, Gerindra pernah tak sepakat dengan usulan ambang batas parlemen (parliamentary treshold) untuk DPRD.
Sementara Partai Solidaritas Indonesia (PSI), yang tidak lolos ke parlemen tahun ini, merasa heran dengan usulan yang muncul ketika presiden terpilih belum dilantik. Kendati demikian, Sekjen PSI Raja Juli Antoni menyatakan akan mempelajari subtansi usulan tersebut. belum mengetahui banyak terkait hal tersebut.
"Ini baru selesai pemilu masih lama, undang-undang pemilu mau diubah kita juga belum tahu kan. Nanti saya pelajari dulu apa substansinya" kata Juli saat dihubungi Republika, Selasa (6/8).
Partai Berkarya, yang juga gagal lolos parlemen pada Pemilu 2019, menyatakan usulan tersebut memiliki kelebihan dan kekeurangan. Ketua DPP Partai Berkarya Badaruddin Andi Picunang mengatakan kelebihan usulan ini, yakni caleg dalam partai yang sama di daerah akan menjadi lebih solid.
Selama ini, ia memandang, calon anggota legislatif (caleg) DPRD provinsi, kabupaten, dan kota berjalan sendiri-sendiri. Karena itu, bukan tidak mungkin, caleg bekerja sama dengan caleg dari partai lain.
Dia menilai ambang batas parlemen akan membuat caleg dari partai yang sama akan lebih fokus mengkampanyekan partainya. "Cuma kekurangannya ya yang diuntungkan partai-partai lama yang sudah populer di masyarakat," ujarnya. Dengan demikian, ambang batas di tingkat DPRD ini merupakan upaya untuk menyelekksi partai-partai yang kekuatannya lebih lemah.
Ketua DPP Partai Berkarya Vasco Ruseimy mengatakan parliamentary treshold di tingkat DPR saja seharusnya ditiadakan. Alasannya, negara wajib mewadahi seluruh aspirasi rakyatnya sehingga sekecil apa pun dukungan harus tetap difasilitasi.