REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Polda Jawa Timur terus mendalami kasus dugaan penipuan percepatan naik haji yang korbannya mencapai 51 orang. Pada kasus ini, penipu berdalih bisa mempercepat keberangkatan 51 calon jamaah haji ke tanah suci.
Percepatan bernagkat haji bisa diberikan dengan membayar uang yang jumlahnya berkisar antara Rp 5 juta hingga Rp 25 juta per orang. Kabid Humas Polda Jatim Kombes Frans Barung Mangera mengungkapkan, pihaknya telah menahan seorang terlapor bernama Murtaji Junaedi.
Murtaji Junaidi diduga merupakan koordinator dalam kasus penipuan percepatan pemberangkatan calon jamaah haji tersebut. "Ada satu yang kita tahan. Lelaki atas nama Junaedi sudah kita tahan. Namanya Murtaji Junaedi," ujar Barung dikonfirmasi Rabu (7/8).
Selain menahan terlapor, polisi telah memeriksa beberapa saksi korban. Berdasar pengakuan, para korban mengaku sudah membayar ke Murtaji Junaidi dengan jumlah bervariasi. Para korban membayar mulai dari Rp 5 juta hingga Rp 35 juta dan dijanjikan bisa berangkat haji tahun ini.
"Para korban dihubungi oleh tersangka bahwa bisa mempercepat pemberangkatan haji tahun 2019 namun dengan membayar biaya percepatan Rp 5 juta sampai dengan Rp 35 juta per orang. Janjinya pasti akan berangkat dan semua dokumen paspor maupun visa sudah diurus dan hanya tinggal cap jari saja," ujar Barung.
Perwira dengan tiga melati emas ini menjelaskan, para korban memang sudah terdaftar resmi sebagai calon jamaah haji yang pendaftarannya mulai 2010 hingga 2018. Adapun untuk jadwal keberangkatannya, mereka secara resmi mendapat jatah pada 2022 sampai 2024.
"Semua itu korban resmi terdaftar sebagai calon jamaah haji. Tapi jatah keberangkatannya 2022 sampai 2024," kata Barung.
Atas penipuan ini, terduga pelaku disangkakan melanggar Pasal 372 dan 378 KUHP tentang penggelapan dan penipuan. Hingga kini, polisi masih terus melakukan penyidikan lebih lanjut terkait pihak lain yang diduga terlibat. Ini mengingat Murtaji Junaidi mengaku menjalankan aksi tersebut atas perintah seseorang.