Rabu 07 Aug 2019 06:02 WIB

Membangkitkan Lagi Kejayaan Kopi Lampung

Pemkab Lampung Barat sediakan kopi gratis di anjungan Pekan Raya Lampung 2019.

Rep: Mursalin Yasland/ Red: Teguh Firmansyah
Petugas penyuluh lapangan menunjukan cara memanen kopi robusta kepada petani kopi saat sekolah lapangan di desa Ngarip, Ulu Belu, Tanggamus, Lampung.
Foto: Wihdan Hidayat/Republika
Petugas penyuluh lapangan menunjukan cara memanen kopi robusta kepada petani kopi saat sekolah lapangan di desa Ngarip, Ulu Belu, Tanggamus, Lampung.

REPUBLIKA.CO.ID, Tak lengkap bila singgah di Kabupaten Lampung Barat, tak mencicipi produk asli kopi robustanya. Namun, bagi yang tak bisa mengunjungi langsung kabupaten paling barat Provinsi Lampung, Pemkab Lampung Barat menyediakan “ngopi” gratis di anjungan pada Pekan Raya Lampung (PRL) 2019.

Anjungan Pemkab Lampung Barat telah membuat tagline “Ayo Ngopi di Anjungan Lampung Barat” pda PRL 2019 yang berlangsung di PKOR Wayhalim, Bandar Lampung, sejak Sabtu (3/8) malam hingga sepekan. Di anjungan tersebut, tim sudah menyiapkan varian kopi dari biji kopi robusta asli petani daerah setempat.

Baca Juga

Vairan kopi khas Lampung Barat yakni Kopi Organis dan Whine Kopi. Pengunjung dapat minum gratis dua varian kopi robusta produk petani lokal. “Anjungan Lampung Barat menyuguhkan kopi robusta khas Lampung Barat, agar masyarakat dapat mencicipi kenikmatan kopi robusta aslinya,” kata Bupati Lampung Barat Parosil Mabsus, Senin (5/8).

Ia mengatakan, lewat PRL 2019 ini salah satu ajang promosi daerah memperkenalkan kembali sekaligus membangkitkan kejayaan kopi asal Lampung Barat.  Pengunjung dari berbagai tempat dan strata sosial, dapat menikmati langsung cita rasa produk biji kopi robusta petani Lampung Barat.

Selama ini, pengunjung hanya singgah di anjungan yang tersedia ke anjungan lain tanpa ada kesan yang mendalam. Anjungan Lampung Barat kali ini menyuguhkan ngopi gratis bagi semua pengunjung. “Ini salah satu promosi kopi robusta Lampung Barat kepada pengunjung yang belum pernah mencicipi,” ujarnya.

Tak heran, Pemkab Lampung Barat selalu memperkenalkan kepada wisatawan lokal dan mancanegara terkait dengan produk kopi robustanya. Slogan yang terus digaungkan yakni “Bicara Kopi Ingat Lampung Barat.”

Kopi asal Lampung memang sudah cukup dikenal di nusantara. Selain kualitas kopinya terbaik, juga aroma dan cita rasa khas kopi robustanya berkesan.

Lahan kebun kopi di Lampung terluas pertama berada di Kabupaten Lampung Barat yang mencapai 59.357 hektare (ha), sedangkan urutan kedua Kabupaten Tanggamus seluas 54.256 ha, disusul Kabupaten Lampung Utara seluas 15.865 ha.

Berdasarkan Data Statitik Perkebunan Kopi di Lampung (2011) yang dikutip dari Kementrian Pertanian Direktorat Jenderal Perkebunan menyebutkan, dari luasan kebun kopi 59.357 ha tersebut hasil produksi biji kering per tahun mencapai 29.712 ton per hektare

Sedangkan data yang dimiliki Dinas Koperasi, UMKM, Perindustrian, dan Perdagagnan Kabupaten Lampung Barat menyebutkan, luas lahan tanaman kopi di kabupaten tersebut mencapai 60.347,7 hektare, dengan produksi biji kopi keringnya 29.712 ton per tahun per hektare. Perkebunan kopi robusta di Lampung tumbuh di dataran tinggi pada ketinggian 400 – 700 meter di atas permukaan laut dengan temperatur 21 – 24 derajat celcius.

Nah, di Kabupaten Lampung Barat dan Tanggamus memang kontur daerahnya berbukit-bukit, sangat cocok dengan tanaman kopi robusta.

Menurut Iwan, salah seorang petani kopi di Balik Bukit, Liwa, Lampung Barat, sebagian besar penduduk kabupaten tersebut berprofesi sebagai petani kopi. Selain itu, ada yang bercocok tanam lainnya, termasuk petani damar mata kucing.

“Kalau dulu, petani kopi di Lampung Barat kaya-kaya. Sekali panen kopi mereka bisa membeli apa saja untuk kebutuhan rumah tangganya, termasuk kulkas padahal belum ada aliran listrik zaman itu,” tutur Iwan.

Namun, beberapa tahun belakangan, petani kopi di daerah tersebut mulai surut kehidupannya. Tanaman kopi tidak dapat diandalkan lagi untuk memodali kebutuhan rumah tangganya. Produksi biji kopi terus menyusut per hektarenya, harganya pun anjlok. “Kalau panen kopi, sudah tidak seperti dulu lagi, harga sudah pasti turun,” ujarnya.

Tanaman kopi yang dimiliki petani rata-rata turun temurun. Tanaman tua yang menyebabkan produksi biji kopi terus merosot, sedangkan peremajaan tanaman kopi terhambat, selain karena petaninya sendiri tidak mau, juga tidak seriusnya pemerintah untuk melakukan program peremajaan tanaman kopi di Lampung Barat. “Pembinaan dan pelatihan kepada petani kopi di sini memang masih kurang,” katanya.

Masuknya kopi impor asal Negara Vietnam turut menyuramkan produk kopi asli dari Lampung. Ulah para importir telah merusak tatanan perkopian di Lampung. Kopi impor dengan kualitas buruk dan harga murah diduga dioplos dengan kopi lokal lalu diekspor kembali, sehingga kualitas kopi asal Lampung merosot di mata dunia.

Pemerhati perkopian di Lampung Syafnijal Datuk Sinaro mengatakan, pemerintah daerah seharusnya terus gencar melakukan pembinaan dan pelatihan kepada para petani kopi di Lampung, terutama di Kabupaten Lampung Barat dan Tanggamus.

Menurut dia, perlunya program peremajaan tanaman kopi yang tua, akan meningkatkan produksi dan mutu biji kopi tersebut agar kopi asal Lampung dapat diterima di negara ekspor.

“Sekarang ini kita lihat pembinaan atau pelatihan kepada petani kopi sudah sampai dimana. Jadi, hendaknya jangan langsung cepat menyalahkan impor. Kita harus lihat tanaman kopi petani perlu diremajakan, penyediaan pupuk, dan juga kualitasnya,” kata Datuk yang pernah aktif dalam perkopian di Lampung.

Mengubah budaya

Untuk membangkitkan lagi kejayaan petani kopi di Kabupaten Lampung Barat khususnya, maka perlu proses mengubah budaya berkebun kopi yang menuju moderen. Selama ini, sebagian besar petani kopi di daerah tersebut mewarisi budaya berkebun secara turun temurun yang sebagian kurang cocok lagi di era sekarang.

“Kalau mau bangkit lagi, harus berani merubah budaya berkebun kopi, mulai dari pemupukan, pemeliharaan, panen, penjemuran, sampai menjaga mutu biji kopinya,” kata I Gusti Made Surianata (62 tahun), petani kopi di Fajar Bulan, Lampung Barat, kepada Republika.co.id, Selasa (6/8).

Menurut dia, masalah pemupukan tanaman masih banyak petani yang menyepelekan hal tersebut. Pemupukan terkadang dilakukan setahun hanya sekali, padahal paling tidak pemupukan dilakukan tiga kali setahun. Petani selalu bergantung hanya dengan pupuk subsidi, tidak berusaha membeli pupuk nonsubsidi untuk kepentingan tanaman kopinya.

Hal lain masalah penjemuran masih dilakukan di tanah, tidak di terpal atau lantai semen. “Penjemuran biji kopi tersebut sangat memengaruhi mutu kopi. Kalau penjemuran dilakukan selain di terpal dan lantai semen seperti para-para (seperti jemur tembakau) hasilnya lebih baik,” tuturnya.

Untuk memeroleh biji kopi yang bermutu dan beraroma khas, ia mengatakan petani harus mempunyai mesih pengolah yang lebih moderen. Harga mesin berkisar Rp 4,5 juta sampai Rp 5 juta yang biasa, sedangkan yang bagus mencapai Rp 6 juta.

“Menggunakan mesin tersebut kerja petani lebih ringan, dan hasilnya maksimal baik produksi maupun mutunya,” kata Made.

Mengenai harga biji kopi saat ini, ia menuturkan biji kopi kadar air 20 seharga Rp 17 ribu hingga Rp 17.500 per kg. Sedangkan biji kopi kadar air 16 seharga Rp 18,5 ribu per kg (penjemuran di lantai semen dan terpal). Sedangkan penjemuran dilakukan di para-para dan diolah dengan mesin moderen harganya berkisar Rp 30 ribu sampai Rp 35 ribu per kg.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement