REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto meminta Fraksi PDIP di DPRD Sulawesi Selatan (Sulsel) aktif melakukan lobi-lobi politik menolak hak angket terhadap Gubernur Nurdin Abdullah. Hasto mengatakan, penolakan hak angket itu harus dilakukan melalui dialog.
"Karena itu, hari ini kami menegaskan dukungan sepenuhnya kepada Gubernur Sulawesi Selatan. Kami minta fraksi PDIP aktif melakukan lobi-lobi politik menolak hak angket melalui dialog," kata Hasto Kristiyanto di Jakarta, Senin (5/8).
Penggunaan hak angket DPRD Sulawesi Selaran bermula dari kebijakan Nurdin Abdullah yang dinilai bertentangan dengan aturan. Panitia khusus (pansus) angket menilai, Nurdin melanggar peraturan perundang-undangan seperti perihal pencopotan pejabat tinggi pratama dengan tidak mengikuti PP 53 tahun 2010 tentang disiplin PNS.
Sebagai partai pengusung, Hasto menegaskan, PDIP selalu menegaskan kepala daerah yang dipilih langsung rakyat memiliki kepastian terhadap masa jabatan lima tahun. Dia meminta, hak politik anggota dewan tidak digunakan secara tidak proporsional.
Dia melanjutkan, kepala daerah dan wakil daerah merupakan satu kesatuan. Dalam komitmen itu, dia menegaskan, wakil kepala daerah itu menjabarkan kebijakan politik kepala daerah.
"Namanya saja wakil. Itu di mana-mana. Sehingga kesatupaduan keduanya wajib," katanya.
Hak angket juga muncul menyusul ditemukannya beberapa SK yang ditandatangani wagub yang pada akhirnya menjadi pelanggaran administrasi. Pansus pun mempertanyakan mengapa Nurdin Abdullah tidak pernah menegur Andi Sudirman Sulaiman atas tindakan yang dilakukan wakilnya itu.
Hal tersebut lantas menimbulkan isu dualisme pemerintahan di daerah itu. Kendati, Nurdin memastikan tidak ada dualisme dalam pemerintahannya bersama Wakil Gubernur Andi Sudirman Sulaiman. Nurdin mengaku masih berkomunikasi dengan baik dengan wakilnya itu.
Dia juga mengaku telah berkomunikasi dengan wakilnya terkait ramainya isu berkembang soal SK pelantikan tersebut. SK berkaitan dengan pelantikan 193 pejabat di ruang lingkup Pemerintahan Provinsi Sulawesi Selatan tanpa sepengetahuan Gubernur.
"Sudah, kita komunikasi terus sebenarnya, tapi kita ini kan baru. Orang-orang yang ada di dalam kan masih orang lama, ya bisa aja mereka biarin kita berjalan begitu saja," kata Nurdin.
Selain SK 193 pejabat munculnya hak angket juga dikarenakan masalah KKN dalam penempatan jabatan tertentu. Hak angket juga muncul menyusul dicopotnya pejabat pimpinan tinggi pratama yang dinilai tidak berdasarkan mekanisme serta terakhir pelaksanaan APBD 2019 yang serapannya minim.