Selasa 06 Aug 2019 08:55 WIB

Polda Metro Jaya Dukung Ganjil-Genap untuk Motor

Pengemudi motor menolak perluasan ganjil-genap.

Rep: Flori Sidebang/Nurul Amanah/Antara/ Red: Bilal Ramadhan
Kendaraan melintas di dekat papan informasi kebijakan sistem pembatasan kendaraan bermotor berdasarkan nomor plat ganjil-genap di kawasan Sudirman, Jakarta, Kamis (21/3/2019).
Foto: Antara/Indrianto Eko Suwarso
Kendaraan melintas di dekat papan informasi kebijakan sistem pembatasan kendaraan bermotor berdasarkan nomor plat ganjil-genap di kawasan Sudirman, Jakarta, Kamis (21/3/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA –- Kasubdit Gakkum Direktorat Lalu Lintas (Ditlantas) Polda Metro Jaya AKBP Muhammad Nasir mengatakan, pihaknya akan mendukung sistem ganjil-genap untuk kendaraan roda dua jika hal itu sudah diterbitkan dalam instruksi gubernur (ingub). Ia menyebut, Polri akan menjalankan tugas sesuai undang-undang.

"Kalau misal peraturan sudah ada, kita bisa mendukung penuh 100 persen karena itu menjadi tugas pokok kita. Namun, kalau peraturan ini belum ada, yang mau kita dukung siapa?" kata Nasir kepada wartawan di Mapolda Metro Jaya, Senin (5/8).

Nasir mengungkapkan, pihaknya telah berdiskusi dengan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta terkait penerapan ganjil-genap bagi kendaraan roda dua. Ia menuturkan, diskusi itu melibatkan berbagai pihak terkait dan komunitas.

Namun, sambung dia, diskusi itu belum membuahkan hasil keputusan. Sebab, diskusi tersebut memerlukan waktu yang cukup panjang. Karena di dalamnya terdapat banyak usulan-usulan, seperti dari komunitas dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang harus dipertimbangkan dengan baik.

"Polisi tidak melakukan sosialisasi kalau undang-undang belum ada. Kecuali, peraturan gubernurnya sudah ada kita bisa lakukan sosialisasi," ujar dia.

Wacana penerapan sistem ganjil-genap bagi pengendara sepeda motor muncul karena banyaknya volume kendaraan roda dua dibanding roda empat di DKI Jakarta. Jumlah sepeda motor disebut mencapai 72 persen, sedangkan mobil hanya 28 persen.

Padahal, kata Nasir, dengan sistem ganjil-genap yang sudah diterapkan untuk kendaraan roda empat, diharapkan masyarakat dapat beralih ke transportasi umum. Namun, pada kenyataannya, masyarakat justru beralih ke sepeda motor.

"Jadinya (jumlah) sepeda motor meningkat. Namun, kita tidak bisa membatasi jumlah motor yang dimiliki warga karena tidak ada larangan warga negara memiliki harta benda yang diinginkan," kata dia menambahkan.

Pakar hukum lingkungan, Kristanto P Halomoan, mengatakan, penerapan Ingub 66 mengenai perluasan kawasan ganjil-genap untuk kendaraan bermotor harus didasari data pada sebuah kajian. "Kalau kebijakannya hanya menimbulkan kepanikan, saya enggak yakin akan ada solusi yang baik," kata Kristanto.

Ia berharap regulasi itu memperhatikan aspek yang dibutuhkan masyarakat DKI Jakarta. Ia mencontohkan, pembangunan infrastruktur berupa trotoar di Vietnam yang secara matang diperhitungkan sehingga tetap dapat dilewati pejalan kaki meski proyeknya masih dalam tahapan pengerjaan.

Sementara, pengemudi ojek daring, Ujiyanto, menolak adanya rencana perluasan ganjil genap. Bukannya menekan angka polusi udara ataupun kemacetan, ia menilai, kebijakan ini justru makin memperburuk keadaan.

“Nanti orang-orang jadi pindah ke daerah lain yang enggak kena ganjil genap. Jadi, sama saja, bukan menyelesaikan malah mindahin masalah. Saya juga nanti narik ojeknya mungkin bakal nyari jalan lain, bukan jalanan utama yang kena ganjil genap,” katanya.

Senada dikatakan Ismail. Mahasiswa salah satu perguruan tinggi negeri di Jakarta ini menyebut, alasan untuk memberlakukan ganjil genap ini masih belum tepat. “Pelaksanaan kebijakan ini kan katanya dalam rangka ngurangin polusi, berarti kan pengendara diminta beralih ke transportasi publik. Sedangkan, transportasi publik yang ada belum memadai,” ujar Ismail.

Sebelumnya, Gubernur Anies Baswedan dalam Instruksi Gubernur 66/2019 butir keempat menjelaskan salah satu upaya untuk mengendalikan kualitas udara Jakarta. Salah satunya memperluas kawasan ganjil-genap termasuk untuk kendaraan bermotor. Anies juga memastikan seluruh kendaraan berbahan bakar listrik tidak akan terkena aturan ganjil genap yang telah diterapkan pemerintah setempat.

Menindaklanjuti Ingub 66, Dinas Perhubungan DKI Jakarta pada Jumat (2/8) lalu mengeluarkan pernyataan akan menyosialisasi ganjil-genap di sejumlah kawasan, seperti Jalan RS Fatmawati, Panglima Polim, Sisingamangaraja, Pramuka, Salemba Raya, Kramat Raya, Gunung Sahari, Majapahit, Gajah Mada, Hayam Wuruk, Suryopranoto, Balikpapan, dan Tomang Raya.

Juru Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia, Bondan Andriyanu, mengatakan, pihaknya mengapresiasi ingub yang dikeluarkan bertepatan dengan sidang perdana gugatan warga tentang polusi udara Jakarta pada 1 Agustus lalu. Namun, ada hal lain yang perlu segera dilaksanakan, yaitu melakukan inventarisasi emisi secara berkala sebagai dasar kajian ilmiah untuk mengetahui sumber pencemaran udara Jakarta.

“Dengan demikian, kita bisa mengendalikan polusi langsung pada sumbernya dan solusi yang diambil juga akan lebih sistematis dan terukur,” kata Bondan.

Hal yang juga harus dilakukan Pemprov DKI Jakarta adalah menyediakan alat ukur kualitas udara yang memadai sehingga bisa mewakili luasan DKI Jakarta yang datanya bisa dengan mudah diakses publik.

Selain itu, diperlukan sistem peringatan agar masyarakat bisa mempersiapkan diri untuk menghadapi kualitas udara yang buruk. Seperti menggunakan masker saat beraktivitas di luar ruangan dan tidak melakukan olahraga saat kualitas udara sedang tidak sehat.

Sementara, pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan harus memperketat baku mutu udara ambien nasional yang sudah tidak diperbaharui selama 20 tahun.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement