Kamis 01 Aug 2019 17:31 WIB

Ibu Kota Mau Pindah, Andre: Duitnya dari Mana?

Andre menilai dana APBN tak akan cukup menanggung pembiayaan ibu kota baru.

Rep: Amri Amrullah/ Red: Teguh Firmansyah
Andre Rosiade.
Foto: Republika/Putra M Akbar
Andre Rosiade.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintahan Jokowi masih membahas secara intensif rencana pemindahan ibu kota.  Namun rencana pemindahan ibu kota tersebut, mendapatkan kritik dari banyak pihak, termasuk politikus Gerindra Andre Rosiade.

"Pemindahan ibu kota negara dari Jakarta ke Pulau Kalimantan, saya sebagai rakyat Indonesia ingin menanyakan sumber pembiayaan di mana harus dibangun infrastruktur dan fasilitas lainnya untuk menunjang ibu kota baru?" kata Andre dalam keterangannya kepada wartawan, Kamis (1/8).

Baca Juga

Ia menyebut dana APBN yang ada tidak akan cukup menanggung rencana pembangunan ibu kota baru yang menelan biaya sekitar Rp466 triliun. Karena kondisi penerimaan pajak yang rendah dan kebutuhan belanja yang cukup besar dalam 5 tahun ke depan.

"Jalan pintasnya, pemerintah dipaksa terbitkan surat utang dengan bunga tinggi. Jika diasumsikan, utang naik Rp466 triliun maka rasio utang terhadap PDB akan bengkak menjadi 38.7 persen," paparnya.

Sementara itu, lanjut dia, opsi kedua yang bisa dilakukan presiden melalui penugasan BUMN karya yang akan menjadi beban bagi keuangan BUMN.  Padahal proyek pemindahan ibu kota bukan proyek komersil karena bangunan pemerintah sifatnya lebih ke pelayanan publik. Ia melihat di sini ada risiko missmatch yang bisa mengakibatkan BUMN terancam gagal bayar.

Opsi selanjutanya, kata dia, presiden bisa tukar guling bangunan lama kementerian/lembaga yang ada di Jakarta. Namun rencana itu tidak masuk akal. "Usia bangunan yang sudah tua mau dihargai berapa? Kalau dijual apa bisa menutup biaya pembangunan gedung baru?"

Ia menilai kondisi ekonomi negara sedang melemah. Daya beli masyarakat turun dan ancaman PHK di depan mata karena kondisi ekonomi yang sulit ini. Jika rencana ini terus dipaksakan, jelas Andre, maka pilihannya sangat mungkin pemerintah kembali berutang.  "Melihat opsi yang akan diambil dari contoh di atas, berutang ke China sangat mungkin dilakukan," jelasnya.

Karena itu Andre mengingatkan di sinilah jerat utang atau debt trap bisa rugikan ekonomi Indonesia. Konsekuensi pinjaman China adalah tenaga kerja harus dari mereka, bahan baku seperti semen juga dari China.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement