Kamis 01 Aug 2019 00:07 WIB

DPR: Perlu Terobosan Baru dalam Mengelola BPJS Kesehatan

Masalah BPJS Kesehatan tidak akan teratasi hanya dengan menaikkan iuran peserta.

Rep: Ali Mansur/ Red: Andri Saubani
Ketua Komisi IX DPR RI Dede Yusuf (kanan) dan Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Saleh Partaonan Daulay.
Foto: Dok Humas DPR RI
Ketua Komisi IX DPR RI Dede Yusuf (kanan) dan Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Saleh Partaonan Daulay.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tidak sedikit peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan enggan melunasi pembayaran karena besarnya tunggakan atau pun iuran per bulannya. Kemudian jika ada satu anggota keluarga menunggak iuran, maka semua anggota keluarga tidak bisa memakai BPJS Kesehatan. Itu karena mereka harus melunasi seluruh tunggakan dalam satu Kartu Keluarga (KK).

Oleh karena itu selain menaikkan iuran BPJS Kesehatan, pemerintah juga harus memiliki terobosan baru. Di antaranya tidak lagi menggunakan sistem pembayaran iuran berlaku satu keluarga.

Baca Juga

"Mungkin terobosan yang bisa dilakukan adalah tidak harus satu KK. Jadi misalnya yang wajib itu, terutama yang kepala keluarga, karena bekerja untuk istri dan anak," ujar Ketua Komisi IX DPR RI Dede Yusuf, saat dihubungi melalui telepon, Rabu (31/7).

Jadi, Dede Yusuf menambahkan, diharapkan penyangga utama keluarga itu harus sehat yaitu bapak dan ibu. Kemudian jika memiliki upah lebih daripada upah minimum regional (UMR), dia bisa menambahkan anak-anaknya. Namun, jika pendapatannya minim bahkan dibawa UMR tentu sangat berat jika harus membayar satu keluarga. Apalagi, jika anggota keluarganya cukup banyak.

"Kebijakan satu KK pun harus ditinjau lagi. Bentuknya jangan seperti KK tapi berdasarkan pendapatan, jadi misalnya mereka melaporkan pendapatannya otomatis itu dapat diketahui dari pajak," kata politikus Partai Demokrat.

Maka dengan demikian, kata Dede Yusuf, untuk pendapatannya di bawah UMR dalam satu rumah dia tidak memiliki kewajiban untuk membayar untuk seluruh keluarganya. "Jadi sesuai dengan tingkat kesejahteraan dia hal itu harus dipikirkan itu ada hitung-hitungan khusus," ungkapnya.

Selain itu pemerintah juga harus memperhatikan sekitar 45 persen peserta mandiri yang tidak rutin membayar. Artinya, kesadaran masyarakat terhadap investasi kesehatan belum maksimal. Sehingga, diperlukan sosialisasi dan melakukan program promotif preventif secara masif.

"Mulai dari sekolah, di desa-desa kelurahan, kita dulu ada namanya senam kesehatan jasmani yang selalu rutin dilakukan sekarang kan praktis tidak ada. Jadi harus ada gerakan masif, kalau tidak nanti kuratifnya membengkak," tutur Dede Yusuf.

Namun hal berbeda disampaikan oleh wakilnya, Saleh Saleh Partaonan Daulay. Menurutnya Kepesertaan BPJS Kesehatan memang harus berbasis keluarga. Sebab, Undang-undang mengamanatkan agar seluruh masyarakat menjadi peserta BPJS Kesehatan. Dengan konsep gotong royong, orang sehat dan mampu, menolong mereka yang sakit dan tidak mampu.

"Kepesertaan berbasis keluarga ini dimaksudkan untuk mempercepat universal health coverage yang dicanangkan pemerintah," terang Saleh.

Sementara, lanjut Saleh, terkait kepatuhan peserta mandiri dalam membayar iuran, perlu dilakukan pendekatan dan sosialisasi lebih intensif kepada mereka. Termasuk di antaranya, sanksi yang diberikan kepada mereka jika tidak membayar iuran tepat waktu. Jangan sampai, masyarakat hanya aktif menjadi peserta jika sudah ada anggota keluarganya yang membutuhkan perawatan rutin.

"Dan itu, biasanya, hanya mereka yang menderita penyakit katastropik yang akan mendaftar dan rutin memenuhi kewajibannya dengan baik. Sisanya, kita perlu kerja keras untuk meningkatkan kesadarannya," tegas Saleh.

Sebelumnya, pemerintah telah menyatakan sepakat menaikkan iuran BPJS Kesehatan. Upaya ini sekaligus untuk menekan defisit anggaran BPJS Kesehatan. Wakil presiden Jusuf Kalla menegaskan kenaikan iuran BPJS Kesehatan telah dibahas dalam rapat internal bersama Presiden Joko Widodo.

"Prinsipnya, kami setuju. Namun, perlu pembahasan lebih lanjut. Pertama, kami setuju untuk menaikkan iuran," ujar Jusuf Kalla.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement