REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) akan menyampaikan laporan sementara hasil investigasi tim pencari fakta terkait kerusuhan 20-23 Mei 2019 kepada publik pada pertengahan Agustus mendatang. Hingga Senin (29/7) sampai Rabu (31/7), Komnas HAM masih melakukan konsinyering untuk menyelesaikan laporan sebelum disampaikan kepada publik.
"Kami harapkan pertengahan Agustus laporan sudah kita sampaikan ke publik," kata Koordinator Subkomisi Pemajuan HAM/Komisioner Pendidikan dan Penyuluhan Komnas HAM Beka Ulung Hapsara saat ditemui di Jakarta, Senin.
Jika seandainya selesai, sebelum disampaikan ke publik, Komnas HAM akan mengajukan laporan tersebut terlebih dahulu dalam sidang paripurna. Sidang tersebut untuk mengetahui apakah disetujui atau perlu ada pendalaman lagi hasil investigasi tersebut dan temuan sementara.
Menurut Beka, laporan sementara yang akan disampaikan kepada publik akan ada kesimpulan yang dapat memberikan gambaran seperti apa pelanggaran HAM dilakukan. Termasuk, apakah ada kekerasan berlebih oleh polisi atau pengabaian proses penerimaan korban oleh dinas kesehatan provinsi dan sebagainya.
"Setelah ada kesimpulan kami akan memberikan rekomendasi. Terutama kepada kepolisian, kepada presiden selaku penanggung jawab, kepada DPR RI dan dinas kesehatan Provinsi DKI Jakarta," ujarnya.
Terkait adanya pertemuan dengan pihak Polri selama investigasi berlangsung, menurut Beka, hal itu dilakukan untuk keperluan koordinasi dan konfirmasi. Ia mengatakan di pertemuan itu, Komnas HAM meminta keterangan atas temuan-temuan yang sudah ada, memanggil anggota tim pencari fakta kepolisian untuk memperbaharui temuanya seperti apa, dan penyelidikan yang diperoleh seperti apa.
"Kedua untuk koordinasi, bagaimana kemudian memudahkan Komnas HAM untuk memanggil, misalnya, Komandan Brimob atau Polres Jakarta Barat, jadi selain ada temuan ada koordinasi juga," ujarnya.
Saat ditanyakan apakah masih ada pemanggilan lanjutan sebelum laporan selesai, Beka menyebutkan sampai saat ini Komnas HAM masih fokus untuk menyelesaikan laporan terlebih dahulu dan melakukan diskusi dengan komisioner lain yang tidak masuk dalam tim. Jika dalam diskusi tersebut ada perbedaan sudut pandang dan kekurangan laporan baru akan dilakukan pemanggilan ulang.
"Tentu saja peluang memanggil polisi untuk pendalaman sangat terbuka, bukan hanya polisi saja, rumah sakit juga, dinas kesehatan dan lainnya, karena ini menyangkut SOP soal penerimaan korban," ucapnya.
Lebih lanjut ia mengatakan dalam SOP dijelas bahwa rumah sakit ketika terdapat korban yang mencurigakan terkena luka tembakan atau segala macam harusnya melaporkan kepada polisi sebelum merawat lebih jauh. Laporan ini akan menjadi tugas polisi untuk mencari tau siapa korban, siapa keluarganya sehingga jika terjadi sesuatu bisa ditindaklanjuti.
Untuk mengetahui apakah SOP ini betul-betul dijalankan mengingat ada korban yang tidak dilakukan autopsi. Oleh karena itu, Komnas HAM melakukan pencocokan temuan di lapangan. "Itu yang sedang kita cocokkan, temuan di lapangan seperti itu, kami sedang memanggil dokter menanyakan bagaimana prosedurnya, dokter sudah ceritakan kami akan cek SOP di rumah sakit seperti apa kebijakannya," ujar Beka.
Beka juga menegaskan Komnas HAM fokus pada penegakan hukum terkait peristiwa kerusuhan 20-23 Mei berjalan dengan baik, sehingga tidak akan berpengaruh jika polisi belum memastikan siapa dalang dari kerusuhan tersebut.
"Tidak ada pengaruhnya sama sekali. Polisi tugasnya penegakan hukum, harus bisa mengungkap dari tersangka siapa dalangnya," ujar Beka.