REPUBLIKA.CO.ID, BANJARMASIN -- Hingga saat ini masih ada masyarakat yang menggunakan setrum untuk menangkap ikan meskipun ada ancaman pidana penjara maksimal enam tahun serta denda maksimal sebesar Rp 1,2 miliar.
Kasus terbaru menimpa pria bernama Aswadi (35 tahun). Warga Desa Hambuku Baru RT 003 Kecamatan Babirik, Kabupaten Hulu Sungai Utara, Provinsi Kalimantan Selatan ini diamankan Polsek Babirik karena kedapatan mencari ikan menggunakan alat setrum dengan daya dari aki untuk mengalirkan tenaga listrik.
"Anggota mendapat informasi masyarakat ada seorang pria sedang menyetrum ikan, kemudian langsung diamankan," kata Kapolres HSU AKBP Ahmad Arif Sopiyan melalui Kasubag Humas Iptu Alam di Amuntai, Senin (29/7).
Saat diamankan, petugas menemukan barang bukti alat setrum berupa dua buah stik dengan gagang dari bambu yang ujungnya besi dan dialiri tenaga listrik melalui satu buah aki. Ikan yang sudah didapat pelaku dalam kondisi menggelepar setengah mati di antaranya delapan ekor ikan sepat siam, empat ekor ikan nila, lima ekor ikan gabus atau haruan, dua ekor ikan papuyu, dua ekor ikan lais, satu ekor ikan patung, satu ekor ikan putih, dan dua ekor belut.
Alam menegaskan, menangkap ikan dengan menggunakan alat setrum jelas dilarang dalam rumusan Pasal 84 ayat 1 dan atau Pasal 86 ayat 1 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan juncto Pasal 100B Undang-Undang RI Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 2009 tentang Perikanan.
Menurut dia, sosialisasi ke masyarakat pun sudah sering dilakukan. Bahkan antarwarga juga diminta saling mengingatkan soal larangan tersebut.
"Penyetruman ikan membahayakan ekosistem karena aliran listrik dapat mematikan ikan-ikan kecil yang ada di sekitarnya. Bahkan, si pencari ikan juga terancam tersengat aliran listrik dari alatnya," ujar Alam.
Tak hanya itu, konflik sosial di tengah masyarakat juga dikhawatirkan dapat terjadi sewaktu-waktu. Ada masyarakat yang bisa saja main hakim sendiri atas ulah nekat para pelaku setrum ikan di wilayahnya.