Kamis 25 Jul 2019 06:13 WIB

Polri Ungkap Sumber Dana Kelompok Terorisme JAD di Indonesia

JAD mempunyai akses pendanaan dari kelompok terorisme global ISIS.

Rep: Bambang Noroyono / Red: Ratna Puspita
Karopenmas Divisi Humas Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo (tengah), Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Pol Asep Adi Saputra (kiri) dan Anjak Madya Divisi Humas Polri AKBP Muhammad Iqbal Alkudusi (kanan) memberikan keterangan pers pengungkapan kasus tindak pidana terorisme di Divhumas Polri, Jakarta, Selasa (23/7/2019).
Foto: Antara/Reno Esnir
Karopenmas Divisi Humas Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo (tengah), Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Pol Asep Adi Saputra (kiri) dan Anjak Madya Divisi Humas Polri AKBP Muhammad Iqbal Alkudusi (kanan) memberikan keterangan pers pengungkapan kasus tindak pidana terorisme di Divhumas Polri, Jakarta, Selasa (23/7/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Polri mengungkap 12 nama penyedia dana kelompok terorisme Jamaah Ansharut Daulah (JAD) di Indonesia. Kelompok yang dicap radikalisme itu mempunyai akses pendanaan dari kelompok terorisme global Daulah Islamiah (ISIS). Salah satu penghubung antara ISIS dan JAD, Polri mengidentifikasi bernama Saefullah.

Karo Penmas Mabes Polri Brigjen Dedi Prasetyo mengungkapkan, Densus 88 baru-baru ini mengudentifikasi Saefullah alis Daniel, aka Chaniago. “Dia (Saefullah) ini yang menjembatani pendanaan dan mastermind JAD,” kata Dedi di Mabes Polri, Jakarta, Rabu (24/7).

Baca Juga

Densus 88 sudah menetapkan Saefullah sebagai buronan dan masuk dalam daftar pencarian orang (DPO). Densus 88, kata Dedi, mendeteksi Saefullah berada di salah satu kawasan berbahaya di Khorasan, Afganistan.

Terungkapnya nama Saefullah setelah Densus 88 pada Kamis (18/7) menangkap seorang anggota JAD di Padang, Sumatera Barat (Sumbar), yakni Novendri alias Abu Jundi aka Abu Zahran. Novendri ini, kata Dedi, menerima aliran dana aksi terorisme yang berasal dari Saefullah.

Penelusuran Densus 88, dana dari Saefullah itu diketahui berasal dari sejumlah aktivitas perbankan internasional di lima negara. “Ada 12 nama pengirim dana dari lima negara,” kata Dedi. Lima negara tersebut: Trinidad Tobago, Venezuela, Jerman, Malaysia, dan Maladewa, dengan 15 kali transaksi.

Dedi mengatakan, transaksi dari lima negara tersebut, terjadi pada rentang Maret 2016 sampai September 2017. Di antaranya, empat kali transaksi dari Yahya Abdul Karim di Trinidad Tobago, sekali dari Fawas Ali dan Kaberina Deonarine, dua kali dari Ricky Mohammad, dan Ian Marvin Bailey, serta Furkan Cinar yang juga dari Trinidad Tobago.

Nama lainnya, masing-masing sekali transaksi dari Ahmed Afrah, dan Muslih Ali di Maladewa. Sekali dari Ondie Jahali di Malaysia, dan Simouh Ilyas dari Jerman, serta sekali pengiriman dana dari atas nama Mehboob Sulaiman yang juga berasal di Jerman. Jumlah total yang dikonfersi Rupiah, sebesar Rp 413 juta.

Sebagian dana tersebut, mengalir ke JAD dan diterima Novendri lewat perantara seseorang bernama Abu Saidah pada September 2018. Dedi mengungkapkan, Novendri merencanakan sejumlah aksi terorisme di sejumlah titik di Sumbar, pada 17 Agustus 2019.

Novendri juga dikatakan punya kedekatan dengan sejumlah anggota JAD di kawasan Sumatera lainnya, termasuk di Sibolga, Sumatera Utara (Sumut) dan di Jawa Barat (Jabar). Bukan cuma kepada JAD, dana dari Saefullah lewat Novendri tersebut juga untuk membiyai aktivitas kelompok yang dicap terorisme, Mujahidin Indonesia Timur (MIT) yang berbasis di Sulawesi Tengah (Sulteng). 

Pendanaan ke MIT tersebut menguatkan dugaan Polri selama ini yang menuding adanya kerjasama terorisme antara JAD dan kelompok yang dipimpin Ali Kalora tersebut. Dedi melanjutkan, uang dari Saefullah kepada Novendri via Abu Saidah itu, juga sebagian digelontorkan kepada seorang bernama Bondan yang diketahui anggota JAD Bekasi.

Bondan, kata Dedi, ditangkap pada Mei 2019 dan diketahui merencanakan aksi terorisme pada 21-22 Mei di DKI Jakarta. Dari Novendri pula, kata Dedi, Densus 88 memastikan tentang siapa pelaku peledakan bom bunuh diri di Gereja di Pulau Jolo, Filipina pada Januari 2019.

Dia mengatakan, pelaku peledakan adalah pasangan suami isteri yang bergabung dengan JAD Makassar di Sulawesi Selatan (Sulsel) berinisial RRZ dan UHS. Pasangan bomber itu, kata Dedi terungkap berangat ke Filipina lewat jalur ilegal pada Desember 2018 dengan perantara seorang anggota JAD Makassar bernama Andi Baso. 

Andi Baso sendiri, kata Dedi sebagai buronan Densus 88 atas aksi ledakan bom di Gereja Oikumene, di Kota Samarinda, di Kalimantan Timur (Kaltim) pada 2016 lalu. “Andi Baso kini diyakini masih berada di Filipina, dan statusnya buronan,” sambung Dedi.

Menyangkut peran RRZ dan UHS yang dituding sebagai pengantin bom bunuh diri di Filipina itu, sebetulnya sudah pernah disampaikan Kepolisian di Manila. Meski tak menyebutkan nama atau inisial, otoritas di Filipina pernah menuding pelaku bom bunuh diri waktu itu dilakukan oleh warga negara Indonesia.

Akan tetapi, tudingan tersebut, tak didasari dengan pembuktian ilmiah seperti uji DNA dari jenazah yang ditemukan di lokasi ledakan. Polri pun sampai hari ini bersama Kepolisian Filipina belum melakukan uji DNA pembanding dari pasangan jenazah yang diduga pelaku pengeboman, dengan keluarga RRZ dan UHS.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement