Rabu 24 Jul 2019 20:33 WIB

KPAI Catat Peningkatan Kasus Pornografi Anak Lewat Medsos

Peningkatan kasus pornografi seiring meningkatnya penggunaan internet.

Rep: Rusdy Nurdiansyah/ Red: Nashih Nashrullah
Komisioner Bidang Pornografi dan Cybercrime Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Margaret Aliyatul Maimunah
Foto: ROL/Fakhtar Khairon Lubis
Komisioner Bidang Pornografi dan Cybercrime Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Margaret Aliyatul Maimunah

REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK— Penggunaan media sosial (medsos).sudah menjadi bagian dalam kehidupan sehari-hari, dari anak-anak sampai dewasa. Mudahnya akses internet melalui gadget, HP, laptop dan lainnya menjadikan anak rawan menjadi korban pornografi di medsos.  

Hal itu dibenarkan Komisioner Bidang Pornografi dan Cyber Crime Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Margaret Aliyatul Maimunah. "Dari pengaduan yang masuk di KPAI, anak-anak rentan terpapar berbagai konten negatif seperti pornografi, gim daring yang bermuatan kekerasan dan pornografi, informasi hoaks, ujaran kebencian, adiksi gadget, radikalisme, serta perilaku sosial menyimpang," ujar Margaret di Depok, Rabu (24/7).

Baca Juga

Menurut Margaret, kasus pengaduan anak berdasarkan klaster perlindungan anak bidang pornografi dan cyber crime KPAI Tahun 2011-2018 mengalami kenaikan. Jenis aduannya berupa anak korban kejahatan seksual daring, anak pelaku kejahatan daring, anak korban pornografi di medsos, anak pelaku kepemilikan media pornografi, dan anak pelaku perundungan di medsos. 

Dia menyebutkan, jumlah total pengaduan kasus pornografi dan cybercrime pada 2014 sebanyak 322 kasus, 2015 ada 463 kasus, 2016 meningkat 587 kasus, 2017 menjadi 608 kasus, dan 2018 naik menjadi 679 kasus.

"Sedangkan, untuk  kasus anak korban anak di medsos tahun 2014 ada 134 kasus. Tentunya, kita mewaspadai ancaman adanya kasus pornografi melalui medsos dan cybercrime," jelas Margaret.

Dia menambahkan, bentuk pengaduan kejahatan siber seperti, pelaku video pornografi, sexting (chat bermuatan konten pornografi), terlibat dalam grup-grup pornografi, grooming (proses untuk membangun komunikasi dengan seorang anak melalui internet dengan tujuan memikat, memanipulasi, atau menghasut anak tersebut agar terlibat dalam aktivitas seksual). Selain itu, ada juga sextortion (pacaran daring berujung pemerasan), cyber bully,  perjudian online, live streaming video, trafficking, dan penipuan online. 

"Dengan adanya kasus ini adalah tantangan bagi orang tua dalam mendidik anaknya di tengah deras dan cepatnya perkembangan teknologi melalui internet. Untuk itu, perlu adanya kewaspadaan pada orang tua dalam melindungi anak-anaknya," terangnya. 

Magaret mengatakan, perlunya pendampingan orang tua dalam penggunaan HP dan internet. Selain itu adanya komunikasi dan kesepakatan antara orang tua dalam penggunaan internet melalui HP maupun laptop.

"Melihat ancaman bahaya tersebut, perlunya antisipasi dalam melindungi anak-anak kita dari pengaruh negatif internet dan kejahatan siber. Belum lagi, adanya ancaman UU ITE bagi anak. Tugas melindungi anak itu tidak  dibebankan pada pemerintah saja, tapi juga pada orang tua dan masyarakat secara umum," kata dia.  

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement