REPUBLIKA.CO.ID, SERANG -- Gubernur Banten Wahidin Halim mempertanyakan kebijakan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) yang menurunkan kelas atau tipe sekitar 21 rumah sakit (RS) di provinsi itu. Padahal, kata Wahidin, provinsinya tengah gencar meningkatkan fasilitas kesehatan (faskes) RS.
"Ini kita protes, kita lakukan gugatan, apa alasannya," kata Wahidin di Serang, Selasa (23/7).
Ia mengatakan, kebijakan penurunan kelas sejumlah rumah sakit di Banten tersebut sangat ironis, karena saat ini Pemprov Banten tengah gencar berupaya meningkatkan fasilitas kesehatan. Salah satunya, dengan menempatkan dokter spesialis di rumah sakit dan dengan fasilitas enam poli yang dipenuhi.
"RSUD Malingping baru kita tingkatkan, tapi tiba-tiba kenapa diturunkan, degradasi peringkatnya. Apa ada kaitan ini dengan peran BPJS," kata Wahidin usai membuka diklatpim II di BPSDM Banten.
Oleh karena itu, kata dia, pihaknya akan mencoba mempertanyakan kebijakan tersebut kepada Kementerian Kesehatan. "Kita melihat kebijakan kontroversial karena pemerintah daerah saat ini sedang meningkatkan kualitas rumah sakit, kualitas layanan dan peringkat itu. Jadi ironis," kata dia.
Wahidin mengaku akan menugaskan Sekda Banten Al Muktabar untuk segera berkoordinasi ke Kementerian Kesehatan. Sebanyak 21 rumah sakit di delapan kabupaten kota se-Banten direkomendasikan turun kelas atau tipe oleh Kementerian Kesehatan, termasuk rumah sakit milik pemerintah daerah, seperti RSUD Banten dan RS dr Dradjat Prawiranegara (RSDP) Serang.
RSUD Banten dari rumah sakit tipe B turun ke C, RSDP dari tipe B ke C, RSUD Tangerang Selatan dari C ke D, dan RSUD dr Adjidarmo Lebak dari B ke C. Sisanya, penurunan tipe juga direkomendasikan ke rumah sakit swasta dan milik BUMN.
Kepala Humas Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan M Iqbal Anas Ma'ruf mengklarifikasi bahwa peninjauan ulang dan penurunan tipe rumah sakit di berbagai daerah tidak semata ditujukan untuk mengurangi biaya. Tetapi, untuk memastikan pelayanan kesehatan di rumah sakit dilakukan sesuai dengan standar yang berlaku.
"Kalau dibilang apakah akan mengurangi biaya, iya, tapi bukan itu yang jadi tujuan. Kita tidak bisa menggunakan uang negara yang dititipkan ke BPJS untuk kegiatan yang tidak pada sepatutnya," kata Iqbal di Jakarta, Selasa.
Menurut dia, rekomendasi penurunan tipe rumah sakit merupakan tindak lanjut dari audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang menemukan adanya inefisiensi pembiayaan untuk rumah sakit yang tidak sesuai dengan kelasnya. BPKP dalam audit keuangan BPJS Kesehatan tahun anggaran 2018 menemukan adanya ketidaksesuaian pembayaran klaim kepada rumah sakit, antara lain pembayaran klaim untuk rumah sakit C dengan nilai klaim yang mestinya dibayarkan untuk rumah sakit tipe B.
BPJS Kesehatan membayar klaim pelayanan kepada rumah sakit sesuai dengan tipe rumah sakit. Namun, Iqbal mencontohkan, kenyataannya ada rumah sakit yang secara administratif disebut sebagai rumah sakit tipe B namun faktanya tidak memenuhi syarat untuk menjadi rumah sakit tipe B.
"Misalkan syarat RS C dokternya harus ada empat, ternyata dokternya hanya ada dua. Ketika kita rekredensialing dokternya empat, sebulan kemudian dokternya enggak ada. Kalau kita cek di klaim kan ketahuan tuh, kok enggak ada tagihan dari spesialis ini, berarti dicurigai orangnya enggak ada, ternyata memang benar enggak ada," kata Iqbal.
Kendati mengetahui adanya ketidaksesuaian tersebut, namun BPJS Kesehatan tidak memiliki kewenangan untuk menindaklanjuti. Wewenang untuk menindaklanjuti masalah itu ada di tangan Dinas Kesehatan selaku otoritas kesehatan wilayah dan Kementerian Kesehatan sebagai regulator.