Jumat 19 Jul 2019 00:06 WIB

Pigai: Tak Mungkin TGPF Ungkap Aktor Penyiraman Novel

Pigai menduga pelaku penyiraman Novel ada di dalam enam kasus tersebut.

Rep: Ali Mansur/ Red: Teguh Firmansyah
 Natalius Pigai.
Foto: Republika/Raisan Al Farisi
Natalius Pigai.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tim Gabungan Pencari Fakta Kasus (TGPF) kasus penyiraman air asam terhadap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan telah melaporkan hasil penyelidikannya.

Namun hasil laporannya justru menuai polemik, karena dianggap tidak berhasil mengungkap pelaku penyerangan. Padahal tim yang dibentuk Kapolri Jendera Tito Karnavian sudah bekerja selama enam bulan.

Baca Juga

Menanggapi itu, mantan Komisioner Komnas HAM Natalius Pigai cukup mengerti kenapa TGPF tidak mengungkapkan pelaku penyiraman. Ini karena memang belum saatnya para pelaku tersebut diungkapkan kepada publik.  Butuh bukti-bukti yang tidak terbantahkan untuk menyebut nama.

"Tidak mungkin TGPF mengungkap siapa aktor atau pelaku yang melakukan tindakan kekerasan terhadap Novel," ujar Pigai saat dihubungi melalui sambungan telepon, Kamis (18/7).

Selain itu, kata Pigai, adanya indikasi atau bukti yang dikemukakan TGPF menandakan penanganannya ini sudah lebih maju. Oleh karena itu, rakyat juga harus memberikan dukungan terhadap apa yang dilakukan TGPF selama enam bulan.

"Saya mengimbau publik positive thinking karena ini sudah jauh lebih maju, daripada kasus ini hilang begitu saja. Jadi kalau orang bilang motifnya sudah diketahui tapi orangnya tidak disebut itu tidak terlalu penting," tambahnya.

Pigai melanjutkan, terkait motif penyerangan terhadap Novel sudah diketahui sementara pelakunya tapi pelakunya tidak disebut adalah hal yang wajar.

Apalagi dalam pemaparannya, TGPF menyampaikan bahwa ada probabilitas peran dari enam kasus high profile yang ditangani oleh Novel Baswedan. Sehingga,  ia menduga bahwa aktor atau pelaku penyerangan terhadap Novel ada di dalam enam kasus tersebut.

"Saya berpandangan bahwa kepolisian dan TGPF mungkin sudah memiliki indikasi atau petunjuk nama yang ada di dalam ke-enam peristiwa tersebut. Jadi pelakunya pasti sudah diketahui oleh TGPF tapi tidak mungkin bisa disebut," ungkapnya.

Kendati demikian, Pigai meminta kritik dari masyarakat terhadap TGPF harus dipandang sebagai kontrol. Karena kontrol masyarakat diperlukan supaya kualitas penyelidikan kasus ini lebih bertanggung jawab.

"Dalam konteks alam demokrasi, kritik tajam bukan sebuah masalah. Artinya kritikan jangan dianggap sebagai kritikan yang membabi-buta atau kritikan yang mendowngrade, merendahkan TGPF," kata Pigai.

Sebelumnya, Anggota TGPF, Nur Cholis menyampaikan hasil investigasi selama enam bulan, tim menemukan adanya motif probabilitas dalam kasus penyiraman air terhadap Novel Baswedan. Ia juga menyebut adanya dugaan penggunaan kewenangan berlebihan yang dilakukan Novel selaku penyidik KPK. Akibatnya, ada pihak yang nampaknya tidak senang sehingga merencanakan penyerangan tersebut.

“Adanya dugaan penggunaan kewenangan secara berlebihan atau excessive use of Power,” ujar Nur Cholis.

Pengunaan kewenangan berlebihan ini menurut Nur Cholis, bukan karena masalah pribadinya melainkan karena kasus-kasus yang ditangani Novel di KPK. Paling tidak kata Cholis, ada lima kasus yang dicurigai oleh tim yang memicu serangan pada 11 April 2017 lalu. Oleh karena itu, tim juga kata Nur Cholis merekomendasikan agar Tim Teknis nanti dapat kembali mengulik enam kasus high profil tersebut.

K

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement