Kamis 18 Jul 2019 15:57 WIB

Polri akan Dalami Temuan TPF Kasus Novel Baswedan

Kemungkinan motif aksi brutal ke Novel akan menjadi acuan bagi proses penyelidikan.

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Teguh Firmansyah
Ketua Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) Kasus Novel Baswedan, Nurcholis bersama Kadiv Humas Polri Irjen Pol M. Iqbal memberikan keterangan pers tentang hasil investigasi TGPF kasus penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan di Mabes Polri, Jakarta,Rabu (17/7).
Foto: Republika/Prayogi
Ketua Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) Kasus Novel Baswedan, Nurcholis bersama Kadiv Humas Polri Irjen Pol M. Iqbal memberikan keterangan pers tentang hasil investigasi TGPF kasus penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan di Mabes Polri, Jakarta,Rabu (17/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penyerang air keras terhadap penyidik Novel Baswedan belum terungkap. Namun Polri membela diri dengan keberhasilan Tim Pencari Fakta (TPF) menemukan sejumlah probabilitas atau kemungkinan motif aksi brutal yang membuat mata sebelah kiri penyidik senior di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kehilangan fungsi penglihatannya.

Kabag Penum Humas Mabes Polri Kombes Asep Adi Saputra mengatakan, temuan sejumlah motif serangan tersebut akan menjadi acuan dasar bagi penyelidikan dan  penyidikan lanjutan kasus Novel di kepolisian.

Baca Juga

“Probabilitas itu akan mengantarkan kita (kepolisian) pada sebuah pendalaman penyelidikan dan penyidikan selanjutnya di Bareskrim,” kata dia di Humas Mabes Polri, Jakarta Selatan, Kamis (18/7).

photo
Penyidik Senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan.

Pada Rabu (17/7), TPF bersama Polri mempublikasikan hasil kerja selama enam bulan pengungkapan dan investigasi serangan terhadap Novel. Tim bentukan Kapolri Jenderal Tito Karnavian itu melaporkan hasil kerjanya dalam 2.700 halaman. Namun dari hasil kerja sejak 8 Januari 2019 itu, TPF tak berhasil menemukan pelaku penyerangan yang terjadi dua tahun lalu, atau tepatnya 11 April 2017.

Alih-alih mengungkap siapa pelaku lapangan dan dalang atau aktor utama penyerangan terhadap Novel. TPF malah menganggap serangan terhadap Novel sebagai risiko dari pekerjaannya sebagai penyidik di KPK. TPF pun mengatakan, serangan terhadap Novel tak dimaksud mematikan.

Cuma untuk membuat Novel menderita. Konklusi yang terbukti dengan kondisi mata sebelah kiri Novel yang permanen tak lagi dapat melihat, setelah disiram asam sulfat oleh pelaku yang tak mampu diungkap.

Kombes Asep mengatakan, meski pelaku serangan belum terungkap, namun hasil kerja TPF menguatkan teori kemungkinan aksi serangan. Kata dia, minimal ada enam kasus yang disimpulkan TPF sebagai biang aksi brutal terhadap Novel.

Enam kasus itu, terkait lima pengungkapan kasus korupsi yang ditangani Novel di KPK. Yakni kasus mega korupsi KTP-Elektronik pada 2013, suap yang melibatkan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK)  Akil Muchtar yang terjadi pada 2013.

Kasus lainnya, yakni kasus suap Sekjen Mahkamah Agung (MA) Nurhadi yang terjadi pada 2016, dan skandal korupsi pembangunan Wisma Atlet di Palembang, Sumatera Selatan (Sumsel) pada 2015, serta kasus korupsi yang melibatkan Bupati Buol Sulawesi Tengah (Sulteng) Amran Batapilu pada 2012. Satu kasus lainnya yang dianggap TPF sebagai pemantik serangan terhadap Novel, yakni perkara sarang Burung Walet di Bengkulu, saat Novel masih berdinas di Korps Bhanyangkara pada 2004 silam.

TPF menuding, Novel menangani enam kasus tersebut dengan cara yang eksesif atau berlebihan dalam penggunaan kewenangan. Baik saat menjadi penyidik di Polri, pun saat di KPK. Itu sebabnya, kata Asep, TPF menebalkan enam perkara tersebut yang diduga menjadi pemicu atau motif utama serangan terhadap Novel.

“Itu bagian dari probabilitas, atau kemungkinan-kemungkinan yang terjadi dari peristiwa penyerangan terhadap saudara Novel. Itu yang harus dipahami,” ujar Asep.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement