REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) kasus penyerangan Novel Baswedan telah berakhir. Hasil investigasi selama enam bulan, tim menemukan adanya motif probabilitas dalam kasus penyiraman air terhadap Novel Baswedan.
“Tim pencari fakta menemukan fakta bahwa terdapat probabilitas dari kasus yang ditangani oleh korban yang berpotensi menimbulkan serangan balik atau balas dendam,” kata Anggota TGPF, Nur Cholis dalam konferensi pers di Mabes Polri, Rabu (17/7).
TGPF juga menyebut adanya dugaan penggunaan kewenangan berlebihan yang dilakukan Novel selaku penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Akibatnya, ada pihak yang nampaknya tidak senang sehingga merencanakan penyerangan tersebut. “Adanya dugaan penggunaan kewenangan secara berlebihan atau excessive use of Power,” ujar Nur Cholis.
Pengunaan kewenangan berlebihan ini menurut Nur Cholis, bukan karena masalah pribadinya melainkan karena kasus-kasus yang ditangani Novel di KPK. Paling tidak kata Cholis ada lima kasus yang dicurigai oleh tim yang memicu serangan pada 11 April 2017 lalu.
“Satu kasus eKTP, kedua kasus mantan ketua MK Aqil Muchtar, kemudian kasus sekjen Mahkamah Agung, kasus bupati Buol, kasus wisma atlet, dan satu lagi mungkin tidak berkaitan dengan pekerjaan beliau tapi tidak menutup kemungkinan yaitu kasus sarang burung walet di Bengkulu,” ujarnya.
Serta untuk pelakunya tambah Nur Cholis, bisa dilakukan sendiri atau juga menyuruh orang lain.
Karena itulah, tim juga kata Nur Cholis merekomendasikan agar Tim Teknis nanti dapat kembali mengulik enam kasus high profil tersebut. Karena TGPF meyakini serangan tersebut berasal dari motif balas dendam dari salah satu kasus tersebut.
“TGPF merekomendasikan agar melakukan pendalaman terhadap enam kasus high profil yang ditangani korban,” kata Nur Cholis.