Rabu 17 Jul 2019 21:10 WIB

Presiden Diminta Bentuk TGPF Independen Kasus Novel

Kegagalan mengungkap kasus Novel adalah pukulan bagi penegakan antikorupsi.

Rep: Dian Fath R/ Red: Indira Rezkisari
Kadiv Humas Polri Irjen Pol M. Iqbal bersama Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) Kasus Novel Baswedan memberikan keterangan pers tentang hasil investigasi TGPF kasus penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan di Mabes Polri, Jakarta,Rabu (17/7).
Foto: Republika/Prayogi
Kadiv Humas Polri Irjen Pol M. Iqbal bersama Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) Kasus Novel Baswedan memberikan keterangan pers tentang hasil investigasi TGPF kasus penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan di Mabes Polri, Jakarta,Rabu (17/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Manajer Kampanye Amnesty International Indonesia, Puri Kencana Putri meminta agar Presiden Joko Widodo harus secara proaktif dan segera mengambil inisiatif membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) independen. TGPF diperlukan setelah tim pakar yang dibentuk Polri gagal mengungkap pelaku penyerangan Novel Baswedan.

"Temuan mereka gagal memberikan harapan baru bagi korban dan publik luas akan suatu terobosan baru bagi pengungkapan salah satu kejahatan yang paling disorot di Indonesia," tegas Puri dalam keterangan tertulisnya, Rabu (17/7).

Baca Juga

Menurut Puri, temuan tim pakar mengecewakan mengingat tim tersebut sudah diberikan waktu selama 6 bulan untuk mengungkap fakta dan data dibalik penyerangan Novel. Alih-alih menemukan pelaku ataupun identitas pelaku, tim tersebut menyematkan tuduhan yang tidak etis bagi seorang korban yang sedang mencari keadilan seperti Novel Baswedan.

“Adalah tidak logis jika tim belum menemukan pelaku tapi malah sudah mempunyai kesimpulan terkait probabilitas di balik serangan Novel yaitu adanya dugaan penggunaan kewenangan secara berlebihan," tegasnya.

Terlebih, sambung dia, saat konferensi pers siang tadi baik perwakilan Mabes Polri maupun tim pakar tidak mampu memberikan bukti atau penjelasan lebih lanjut terkait tuduhan tersebut. Selain itu, probabilitas lain yang menjadi pertanyaan adalah keterangan tim pakar yang mengatakan bahwa serangan terhadap wajah Novel bukan dimaksudkan untuk membunuh tapi membuat korban menderita.

“Keterangan ini seolah mau mendegradasi keseriusan kasus yang dialami Novel. Semoga pemahaman tersebut salah. Tapi jika benar ini bisa menjadi pembenaran bagi polisi untuk tidak terlalu serius mengungkap pelaku apalagi dalang di balik penyerangan Novel,” kata Puri.

Sehingga, kegagalan mengungkap kejahatan dan pelaku penyerangan terhadap investigator lembaga anti-korupsi negara (KPK) jelas akan memberikan efek negatif bagi agenda pemberantasan korupsi dan perlindungan para pembela HAM di Indonesia.

Padahal, lanjut dia, saat ini publik menanti adanya political will dari Presiden untuk menyelesaikan kasus Novel. "Tapi sudah 2 tahun berlalu dan juga sudah 6 bulan waktu yang dihabiskan, kita melihat mereka gagal mengungkap pelaku apalagi dalang di balik penyerangan Novel," ucapnya.

Ia menegaskan kasus Novel tidak boleh kembali ke titik nol di mana Bareskrim sebagai tim teknis yang ditunjuk Kapolri akan memegang kendali atas kasus Novel. Presiden tidak boleh tinggal diam. "Publik menunggu Presiden Jokowi untuk berani mengambil keputusan membentuk TPGF Independen di bawah Presiden,” tutup Puri.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement