Senin 15 Jul 2019 09:53 WIB

Seberapa Besar Potensi Zakat di Indonesia?

Sejumlah faktor menghambat perkembangan penghimpunan zakat di Indonesia.

Ilustrasi Zakat
Foto:

Kedua, zakat perlu dinyatakan sebagai pendapatan negara bukan pajak yang tujuannya disesuaikan dengan UUD 1945 dan batang tubuh Pasal 33 dan 34 UUD 1945. Artinya, pemerintah perlu menyinergikan UU Nomor 23/2011 tentang Pengelolaan Zakat dengan peraturan perpajakan, khususnya UU Nomor 7/1983 tentang Pajak Penghasilan berikut perubahannya.

Dalam UU Nomor 36/2018 tentang Perubahan Keempat UU Nomor 7/1983 ditegaskan bahwa zakat dikecualikan sebagai objek pajak. Atas dasar ketentuan ini, pemerintah bersama DPR dapat membuat terobosan dengan membuat UU zakat mal penghasilan.

UU zakat mal penghasilan ini difokuskan pada zakal mal penghasilan individu dan badan. Bila UU ini berhasil diwujudkan, pemerintah dapat membuat peraturan pelaksanaannya, seperti peraturan pemerintah.

Ketiga, bila UU zakat mal penghasilan berhasil diwujudkan, pemerintah perlu membentuk direktorat jenderal pengelolaan zakat (ditjen zakat) di bawah Kementerian Keuangan. Ditjen ini mengelola zakat sebagai pendapatan negara bukan pajak sesuai prinsip syariah.

Ditjen zakat akan memiliki fungsi strategis menggarap potensi zakat secara optimal seperti Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko, yang salah satu fungsi strategisnya menggarap pembiayaan syariah melalui instrumen surat berharga syariah negara.

Selain itu, ditjen zakat juga akan memiliki kemitraan strategis dengan Baznas, LAZ, maupun lembaga negara yang mengurusi bidang agama, sosial, pendidikan, kesehatan, dan lainnya yang terkait kesejahteraan rakyat.

Keempat, jika ditjen zakat berhasil dibentuk, idealnya pemerintah membuka kantor layanaan zakat seperti kantor layanan pajak.

Namun, karena ditjen zakat akan memiliki kemitraan strategis dengan Baznas dan LAZ, untuk mengefektifkan dan mengefisienkan proses penghimpunan zakat, ditjen zakat bisa bekerja sama dengan Baznas dan LAZ untuk menghimpun zakat dari umat Islam.

Kelima, selain Baznas dan LAZ, ditjen zakat juga dapat bermitra dengan perbankan syariah, seperti Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah serta Badan Pengelola Keuangan Haji yang bermitra dengan perbankan syariah dalam menerima setoran dana haji.

Apabila perbankan syariah ditunjuk sebagai penerima setoran zakat, perbankan syariah akan memiliki peranan penting sebagai bank penerima setoran zakat. Bukti setoran zakat melalui perbankan syariah akan dijadikan bukti resmi pengurang objek pajak.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement