Sabtu 13 Jul 2019 07:37 WIB

Kebijakan Jangka Panjang Atasi Kemacetan Dipertanyakan

Usulan ganjil genap akan disikapi setelah evaluasi triwulan kedua.

Rep: Mimi Kartika/ Red: Bilal Ramadhan
Kendaraan melintas di dekat papan informasi kebijakan sistem pembatasan kendaraan bermotor berdasarkan nomor plat ganjil-genap di kawasan Sudirman, Jakarta, Kamis (21/3/2019).
Foto: Antara/Indrianto Eko Suwarso
Kendaraan melintas di dekat papan informasi kebijakan sistem pembatasan kendaraan bermotor berdasarkan nomor plat ganjil-genap di kawasan Sudirman, Jakarta, Kamis (21/3/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dewan Transportasi Kota Jakarta (DTKJ) meminta Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI menyiapkan kebijakan setelah penerapan ganjil genap untuk mengatasi kemacetan di Ibu Kota. Sebab, menurutnya, ganjil genap merupakan kebijakan untuk jangka pendek sebelum Pemprov DKI memberlakukan kebijakan yang lebih signifikan membatasi penggunaan kendaraan pribadi.

"Mau tidak mau sebenarnya Kota Jakarta itu menerapkan suatu pembatasan penggunaan kendaraan pribadi. Dan, sebenarnya dengan dibatasi penggunaan kendaraan pribadi, mereka akan beralih ke angkutan umum," kata Ketua DTKJ Iskandar Abubakar saat dihubungi Republika, Jumat (12/7).

Ia mengatakan, apabila Pemprov DKI akan menerapkan sistem ganjil genap kendaraan roda empat, harus dilakukan kajian secara menyeluruh. Kajian itu harus mempertimbangkan dampak negatif dan efek positif dari pemberlakukan ganjil genap di segala aspek.

Menurut dia, berdasarkan informasi dari Pemprov DKI, sekitar 17 persen angka kemacetan menurun setelah penerapan ganjil genap saat Asian Games 2018 lalu selama 15 jam per harinya. Kemudian Pemprov DKI memperpanjang ganjil genap di sejumlah ruas jalan Ibu Kota dengan skema empat jam pada pagi dan empat jam berlaku sore hari.

Kendati ada efek positif dari penerapan ganjil genap tersebut, Iskandar meminta Pemprov DKI untuk melakukan kajian. Apabila ganjil genap diberlakukan untuk jangka panjang, hal apa yang bisa timbul dari kebijakan tersebut.

Dia mencontohkan, dampak negatif yang bisa timbul dari penerapan jangka panjang ganjil genap ialah mendorong masyarakat untuk membeli mobil lainnya. Sehingga masyarakat bisa menyiasatinya dengan mengganti mobil agar tetap bisa menggunakan kendaraan pribadi pada tanggal ganjil ataupun genap.

"Dengan adanya ganjil genap yang jangka panjang, orang akan berupaya untuk membeli kendaraan yang kedua itu kan negatif," kata Iskandar.

Iskandar menyebut, dari ganjil genap juga bisa mendorong pengguna kendaraan pribadi untuk beralih menggunakan angkutan umum. Meskipun hanya dilakukan pada saat hari di mana mereka tak bisa menggunakan kendaraan pribadinya.

Untuk itu, lanjut dia, sebenarnya Pemprov DKI harus membenahi sistem transportasi di Ibu Kota dengan menyediakan angkutan umum yang lebih baik. Hal itu mengingat pergerakan orang di Jakarta makin meningkat. Sehingga membuat kemacetan makin bertambah.

Jika tidak, menurutnya, hal itu akan berdampak juga pada berkurangnya kegiatan investasi di Jakarta. Iskandar mengatakan, seperti yang terjadi di London, saat kota sudah sangat ramai, orang akan memilih membuka usaha di tempat lain.

"Ini akan terjadi juga di Jakarta kalau sistem trafiknya terlalu macet, maka orang berpikir 'Saya akan buka usaha di tempat lain'," kata Iskandar.

Saat ini, kata Iskandar, DTKJ berharap pada pengoperasian kereta ringan atau lintas rel terpadu (LRT) Jabodebek nanti. Sebab LRT diperkirakan mampu mengangkut ribuan masyarakat dari daerah luar Jakarta, seperti Bogor, Depok, dan Bekasi yang beraktivitas sehari-hari di Ibu Kota.

Sementara itu, Dinas Perhubungan (Dishub) DKI Jakarta akan melakukan kajian secara komprehensif atas penerapan kebijakan ganjil genap kendaraan skema Asian Games 2018 di ruas jalan Ibu Kota. Menurut Kepala Dishub DKI Jakarta Syafrin Liputo, pihaknya akan meminta kajian BPTJ atas usulan ganjil genap tersebut.

"Saya belum dapat kajiannya (dari BPTJ), sedang koordinasi dapatkan, akan bahas bersama dan untuk jangka panjang harus lakukan kajian komprehensif," ujar Syafrin.

Ia mengatakan, Dishub DKI telah menerima usulan BPTJ melalui surat, tetapi tidak disertai lampiran berupa kajian dan evaluasi. Sebab, kata dia, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta harus mempelajari terlebih dahulu untuk mengambil keputusan atas kebijakan.

Ia mengatakan, banyak aspek yang harus dinilai, seperti aspek ekonomi, aspek sosial, dan lain-lain. Semuanya itu akan dilihat dari kajian BPTJ yang mengusulkan penerapan ganjil genap selama 15 jam dalam sehari seperti saat Asian Games 2018.

"Itu belum terima lampiran, baru surat. Lampiran kajian belum disampaikan itu kami sedang mintakan, nanti kita pelajari apakah komprehensif seperti yang dimaksud tadi," ujar Syafrin.

Ia menjelaskan, tak memperpanjang ganjil genap dengan skema Asian Games karena tujuannya diterapkan untuk jangka pendek saat pesta olahraga itu berlangsung. Sementara jika akan diterapkan jangka panjang, harus ada kajian komprehensif hingga analisis benefit cost.

Sebelumnya, Pemprov DKI memberlakukan ganjil genap sejak 2 Januari 2019 selama delapan jam yang terbagi dua pada pagi dan sore hari di sejumlah ruas jalan Ibu Kota. Berdasarkan evaluasi triwulan pertama, ada penurunan kecepatan saat penerapan ganjil genap 15 jam dan delapan jam, dari 35 persen menjadi 30 persen.

Namun, Syafrin menyebutkan, penilaian untuk menerapkan ganjil genap itu tak hanya dilihat dari indikator trafik lalu lintasnya. Namun, dia melanjutkan, juga aspek lain dan pengaruhnya terhadap kegiatan masyarakat sehari-hari.

Ia mengaku akan mengevaluasi penerapan ganjil genap dan Dishub DKI harus melakukan akselerasi sesuai rencana pemerintah jangka menengah daerah (RPJMD) yang telah ditetapkan. Usulan BPTJ itu akan disikapi setelah ada evaluasi triwulan kedua penerapan ganjil genap yang kini diberlakukan Pemprov DKI.

"Iya betul (setelah evaluasi triwulan kedua). Dalam proses nanti saya harap bisa segera (keluar laporan evaluasi) karena masih diproses teman-teman di lapangan," kata Syafrin.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement