REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Jaksa Agung, Muhammad Prasetyo, menyatakan telah menginstruksikan anggotanya untuk tidak melakukan eksekusi terhadap Baiq Nuril. Pernyataan tersebut disampaikan di kantor Kejaksaan Agung, Jalan Sultan Hasanuddin Dalam nomor 1, RT 11/7, Kramat Pela, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Jumat (12/7).
Jaksa Agung mengatakan, meskipun seharusnya pihaknya wajib melakukan eksekusi setelah kasus tersebut final. "Secara normatif memang untuk putusan inkracht itu wajib dilakasanakan eksekusi. Siapa eksekutornya? Jaksa," kata M Prasetyo kepada awak media.
Akan tetapi, ada beberapa hal yang menjadi pertimbangan Jaksa Agung untuk menunda eksekusi tersebut. Selain mempertimbangkan keadilan dan kebenaran.
Jaksa Agung juga mempertimbangkan akses kebermanfaatan. Hal itu berkaitan dengan perlindungan kepada hak asasi manusia (HAM), khususnya HAM bagi kaum perempuan. "Saya kira ini langkah yang cukup baik tentunya. Berharga ke depan agar tidak muncul kasus-kasus serupa," tutur Jaksa Agung.
Dalam kesempatan yang sama, M Prasetyo juga menjelaskan, dia mendapatkan kabar dari Rieke Diah Pitaloka tentang tuntutan masyarakat agar tidak dilakukan eksekusi kepada Baiq Nuril. Dijelaskan bahwa setidaknya terdapat 132 pihak yang meminta penundaan ekseskusi tersebut.
Di samping permohonan dari banyak pihak. Penundaan eksekusi kepada Baiq Nuril itu juga didasarkan pada kabar bahwa presiden akan memberikan amnesti. "Ada perhatian khusus dari bapak presiden. Beliau akan memberikan amnesti untuk Ibu Baiq Nuril," ujar M Prasetyo.
Jaksa Agung menambahkan, jika terdapat kelompok yang mempermasalahkan keputusan tersebut. Dia menyatakan, kebijakan itu didasarkan pada politik kesetaraan gender. "Saya kira Ibu Baiq Nuril tidak perlu khawatir akan segera diekseskusi untuk dimasukkan ke balik jeruji besi, tidak," ujar Jaksa Agung sebagai penegasan.