REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Kesehatan (Kemenkes) merilis hasil Penyelidikan Epidemiologi (PE) sumber penularan penyakit hepatitis A di dua kabupaten di Jawa Timur (Jatim) yaitu Kabupaten Pacitan dan Kabupaten Trenggalek. Salah satu sumber penularan penyakit ini yaitu air sungai yang tercemar hingga kebiasaan masyarakat setempat yang suka berbagi makanan.
Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kemenkes Anung Sugihantono mengatakan, PE yang dilakukan pihaknya beberapa waktu lalu terungkap bahwa penyakit ini disebabkan beberapa hal. "Pertama, air Sungai Kaligoro di Desa Sukorejo yang tercemar," katanya saat ditemui usai mengisi peringatan Hari Tanpa Tembakau Sedunia (HTTS) 2019, di kantor Kemenkes, di Jakarta, Kamis (11/7).
Ia menjelaskan, pencemaran terjadi karena pengaruh musim kemarau yang membuat debit air sungai berkurang. Akhirnya, dia menambahkan, ini yang membuat penularan penyakit semakin cepat. Ia menyebut hepatitis A bisa terjadi di dua kabupaten di Jatim tersebut karena Trenggalek yang berbatasan dengan Pacitan.
"Sementara aliran Sungai Kaligoro ternyata dari Trenggalek ke Pacitan. Meski saya tidak mengatakan sumbernya dari aliran sungai yang ada di Trenggalek, ada hubungan diantara mereka," katanya.
Selain itu, ia menyebut penyakit ini juga meluas karena masyarakat setempat memiliki kebiasaan suka berbagi makanan di antara mereka. Hingga saat ini, ia menyebut update kasus hepatitis A di Pacitan per 8 Juli 2019 jam 08.00 WIB yaitu sebanyak 1.102 kasus mulai Januari hingga Juni 2019.
Kemudian, dia menambahkan, penderita hepatitis A yang masih mendapatkan perawatan di fasilitas kesehatan sebanyak 43 orang. Selebihnya, ia menyebut pasien telah dinyatakan sembuh. Sementara yang lainnya telah dinyatakan sembuh.
Karena itu, ia menyebut status kejadian luar biasa (KLB) hepatitis A di Pacitan belum diakhiri. Sedangkan kasus hepatitis A di Trenggalek, dia menambahkan, kini total mencapai 134 kasus dan tak ada kematian. Supaya kasus penyakit ini tidak meluas, pihaknya melakukan beberapa upaya.
"Pertama sumber air dipastikan tidak tercemar, karena itu yang didorong adalah bagaimana mendistribusikan air bersih kepada masyarakat. Kedua mendidik masyarakat menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) yaitu cuci tangan sebelum makan," ujarnya.
Ia menambahkan, PHBS penting diajarkan karena kebiasaan masyarakat setempat yang masih suka berbagi makanan. Selain itu, pihaknya juga mengamati perkembangan dengan mendirikan posko hingga dua kali masa inkubasi di desa tersebut.
"Sehingga kalau ada gejala penyakit hepatitis, masyarakat tersebut segera mendapat penanganan yang benar dan penyakit tidak semakin menyebar," katanya. Terakhir, ia meminta pengelolaan makanan mentah harus dicuci dengan benar di air bersih yang bebas cemaran.