Rabu 10 Jul 2019 16:38 WIB

JK Optimistis Pemberian Amnesti Baiq Nuril tak Ada Kendala

Presiden harus mendapat persetujuan DPR dalam proses pemberian amnesti.

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Andi Nur Aminah
Wakil Presiden Jusuf Kalla saat diwawancarai wartawan di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Rabu (10/7).
Foto: Republika/Fauziah Mursid
Wakil Presiden Jusuf Kalla saat diwawancarai wartawan di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Rabu (10/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Presiden Jusuf Kalla menyebut pemerintah sedang mengkaji permintaan amnesti yang diajukan terdakwa kasus pelanggaran UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) Baiq Nuril kepada Presiden Joko Widodo. JK optimistis, amnesti kepada Baiq Nuril akan berjalan lancar, mengingat sudah ada dukungan dari DPR.

"Kalau saya baca DPR siap memberi persetujuan apabila diminta, (pemberian amnesti) mestinya tak ada soal," ujar JK saat diwawancarai wartawan di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Rabu (10/7).

Baca Juga

JK menjelaskan, presiden harus mendapat persetujuan DPR dalam proses pemberian amnesti. Karenanya, meski pemerintah sedang mengkaji pemberian amnesti tersebut, tidak boleh memutuskan sepihak keputusan amnesti tersebut.

"Bahwa presiden dan juga pemerintah melalui Menkumham siap mengkaji, sudah mengkaji kemungkinan-kemungkinan itu untuk memberikan amnesti. Tapi untuk sama-sama sudah diketahui, untuk memberikan amnesti perlu persetujuan DPR. Karena itu pertama harus dibicarakan di DPR," ujar JK.

Sebelumnya, Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly akan mengusulkan amnesti untuk Baiq Nuril Maknun dalam kasus UU ITE. Amnesti dinilai sebagai upaya tepat untuk memastikan perlindungan terhadap korban kasus pelecehan seksual yang dialami Baiq Nuril.

Sementara, pihak Baiq Nuril melalui kuasa hukumnya mencari dukungan kepada DPR RI terkait amnesti dari Presiden Joko Widodo. Kuasa Hukum Baiq Nuril, Joko Kumadi, mengungkap, pihaknya ingin meyakinkan DPR bahwa kliennya berhak mendapatkan amnesti. Sebab, Amnesti dari presiden akan melewati  prosedur meminta pertimbangan DPR.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement