Selasa 09 Jul 2019 19:05 WIB

Pemerintah Akui Sulit Berantas Kasus TPPO

Mayoritas korban berasal dari Jabar, Jateng, Jatim, NTB dan NTT.

Rep: Rizkyan Adiyudha/ Red: Andi Nur Aminah
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Susana Yembise melambaikan tangan usai menggelar pertemuan tertutup untuk membahas kasus dugaan penganiayaan siswi SMP di Kantor Wali Kota Pontianak, Kalbar, Senin (15/4/2019).
Foto: Antara/Jessica Helena Wuysang
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Susana Yembise melambaikan tangan usai menggelar pertemuan tertutup untuk membahas kasus dugaan penganiayaan siswi SMP di Kantor Wali Kota Pontianak, Kalbar, Senin (15/4/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Susana Yembise menyinggung sulitnya pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). Dia mengatakan, beratnya pemberantasan kasus tersebut disebabkan adanya mafia, konspirasi hingga permainan serta keterlibatan oknum di dalam negeri.

"Saya harus katakan terus terang, susah. Bisa saja semua bermain. Orang kita sendiri bermain, pejabat kita sendiri bermain, dan itulah korban-korban dimana-mana," kata Yohana di Jakarta, Selasa (9/7).

Baca Juga

Pernyataan itu dia sampaikan saat menghadiri diskusi bertema 'Bahaya Human Trafficking di Tengah Majunya Industri Pariwisata Nasional'. Dia mengatakan, pemerintah saat ini tengah memberikan perhatian serius terkait masalah tersebut.

Data International Organization for Migration menunjukkan 8.876 warga Indonesia menjadi korban kasus perdagangan orang dari 2015 hingga 2018. Yohana mengatakan, mayoritas korban berasal dari Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Nusa Tenggara Timur (NTT).

Mengacu pada data tersebut, Badan Anak PBB (UNICEF) memperkirakan jika 100 ribu perempuan dan anak Indonesia diperdagangkan setiap tahun untuk eksploitasi seksual di dalam maupun di luar negeri. Data tersebut mendapati sekitar 80 persen pekerja seks komersial (PSK) berusia di bawah 18 tahun dan 40 ribu sampai 70 ribu anak menjadi korban perdagangan manusia.

Menurut Yohana, masih tingginya angka TPPO itu juga disebabkan minimnya literasi dari setiap warga terutama orang tua anak. Dia mengatakan, pemerintah hingga saat ini terus melakukan edukasi dan sosialisasi hingga ke akar rumput untuk menekan angka TPPO tersebut.

Yasona mengatakan, warga asing kerap menjadi pintu TPPO tersebut. Dia mengatakan, mereka bermodus mengajak belajar bahasa Inggris. Lalu disanalah akhirnya terjadi tindak pidana seksual dan trafficking.

"Orang tua percaya kalau anak-anak mereka akan menjadi pintar jika dengan orang asing. Sebabnya orang tua harus sadar dan jangan biarkan mereka keluar," kata Yohana lagi.

Dia mengatakan, kementerian pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak telah menandatangani kerja sama dengan sembilan kementerian lainnya guna menangkal masalah tersebut. Dia berharap, kerja sama itu pada akhirnya akan menekan angka perdagangan orang di Indonesia.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement