Selasa 09 Jul 2019 16:30 WIB

PKL Kota Bandung Keberatan Ditarik Pajak

Koordinator PKL Cicadas Bandung menyebut pendapatan belum cukup jika ditarik pajak

Rep: Zuli Istiqomah/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Wali Kota Bandung Oded M Danial meninjau pedagang kaki lima (PKL) usai peresmian Food Street Valkenet Malabar, di Taman Pers Malabar, Kota Bandung, Rabu (24/10).
Foto: Republika/Edi Yusuf
Wali Kota Bandung Oded M Danial meninjau pedagang kaki lima (PKL) usai peresmian Food Street Valkenet Malabar, di Taman Pers Malabar, Kota Bandung, Rabu (24/10).

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung berencana menarik pajak dari pedagang kaki lima (PKL). Rencana yang sedang dalam tahap kajian itu sontak menuai respon negatif dari sejumlah PKL.

Koordinator PKL Cicadas Suherman mengaku tidak setuju dengan rencana penarikan pajak tersebut. Suherman keberatan karena mengaku pendapatan PKL belum seberapa jika harus diwajibkan pajak.

"Kami tidak setuju. Tentu saja keberatan apalagi penghasilan kami tidak seberapa. Ini sangat memberatkan," kata Suherman kepada Republika.co.id, Selasa (9/7).

Ia menuturkan rata-rata pendapatan PKL di Cicadas berkisar Rp 100 ribu perharinya. Dari jumlah tersebut untung yang didapat hanya 30 persen. Belum lagi untuk kebutuhan makan dan sehari-hari.

Ia menilai jika ada kewajiban membayar pajak maka penghasilan yang bisa diberikan kepada keluarga tidaklah cukup. Apalagi di tengah harga-harga kebutuhan pokok yang semakin mahal. Meski tidak ada pungutan-pungutan yang memberatkan selama di lapangan, para pedagang juga memiliki kewajiban iuran.

"Kalau preman nggak ada, cuma bayar kebersihan saja," ujarnya.

Ia pun meminta Pemkot Bandung untuk berpikir ulang atas rencana tersebut sebagai bentuk keberpihakan kepada masyarakat. Pemerintah harus turun untuk melihat kondisi PKL di lapangan sebagai bahan pertimbangan.

"Sebelum uji materi ya uji petik dulu dong. Uji petik turun langsung ke PKL tanya berapa penghasilan perharinya. Apa masih tega ditarik pajak juga," tuturnya.

Ia menegaskan jika nantinya kebijakan ini diberlakukan maka pihaknya bersama PKL lain akan mengajukan protes. Protes ini sebagai bentuk keberatan karena menilai pemerintah tidak pro kepada masyarakat kecil.

Senada dengan Suherman, PKL di Taman Pers Jalan Malabar Ayi Sunendar juga mengaku keberatan jika nantinya akan diwajibkan pajak. Menurutnya PKL bukanlah pengusaha yang penghasilannya jauh lebih besar untuk dikenakan pajak.

"Kalau bisa janganlah. Kita dagang dapat berapa sih, belum kebutuhan lainnya," ujar pedagang Soto Ayam ini.

Ia ingin pemerintah untuk memaksimalkan potensi pendapatan dari sektor lainnya. Ia menilai banyak potensi pajak yang bisa ditarik dari usaha lainnya. Seperti kontrakan, restoran dan lain sebagainya.

Wali Kota Bandung Oded M. Danial mengatakan rencana kebijakan ini belum final. Saat ini masih dalam tahap kajian sebagai bentuk landasan kemungkinan diterapkan. Rencana ini menjadi langkah pemerintah menggali potensi pendapatan.

Oded menuturkan pajak yang disetorkan warga akan kembali lagi kepada masyarakat. Pemerintah hanya mengelola yang disalurkan dalam bentuk pembangunan di daerah.

"Pajak itu kan untuk pembangunan. Mang Oded mendapat amanah mengelola pemerintahan, aspek pembangunan yang sumber dananya dari masyarakat. Artinya semua dari dan untuk masyarakat," tutur Oded.

Ia mengatakan Pemkot Bandung beserta para ahli masih mengkaji kemungkinan penerapan pajak bagi PKL yang sebelumnya sudah diterapkan di Yogyakarta dan Padang. Tim masih mengkaji penarikan pajak ini memungkinkan untuk ditarik dari penghasilan dengan batasan minimalnya.

"Pajak itu kan ketika aturannya yang dikenakan itu omzetnya Rp 10 juta. Tapi ini masih dikaji dan disesuaikan," ucapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement