Sabtu 06 Jul 2019 09:52 WIB

KPU akan Jadikan Situng Sebagai Hasil Resmi Pemilu 2024

Hasil situng akan jadi dasar rekapitulasi resmi pemilu dilakukan secara bertahap.

Rep: Dian Erika Nugraheny/ Red: Nur Aini
Petugas KPU Jateng mengamati hasil penghitungan suara real count sementara menggunakan Sistem Informasi Penghitungan Suara (Situng) dalam Pilgub Jateng, di Semarang, Jawa Tengah, Kamis (28/6).
Foto: Antara/R. Rekotomo
Petugas KPU Jateng mengamati hasil penghitungan suara real count sementara menggunakan Sistem Informasi Penghitungan Suara (Situng) dalam Pilgub Jateng, di Semarang, Jawa Tengah, Kamis (28/6).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemilihan Umum (KPU), berencana menjadikan hasil data pada sistem informasi penghitungan (situng), sebagai hasil resmi rekapitulasi pada pemilu 2024. Namun, rencana tersebut akan dilakukan secara bertahap.  

Komisioner KPU, Viryan Azis, mengatakan pihaknya tidak hanya menjadikan situng sebagai dasar rekapitulasi penghitungan suara secara elektronik pada Pilkada Serentak 2020, tetapi juga untuk pemilu 2024. "Nanti bisa sampai ke sana (pemilu 2024), kan harus pelan-pelan ya, kita mulai di Pilkada serentak 2020," ujarnya di Jakarta, Sabtu (6/7). 

Baca Juga

Dia melanjutkan, pada pemilu 2019 publik masih banyak yang mengira bahwa data dalam situng merupakan hasil resmi perolehan suara oleh KPU. Padahal, situng saat ini bukan hasil resmi, sehingga tidak menjadi prioritas KPU.

"Salah satu pertimbangannya adalah selama pemilu 2019 banyak orang yang berpikir demikian (situng sebagai hasil resmi perolehan suara KPU). Selain itu, memang kita berpikir suatu saat nanti situng dijadikan hasil resmi dan kita lihat momentumnya di Pilkada serentak 2020," tuturnya.  

Menurut Viryan, memang terdapat pilihan untuk menggunakan teknologi dari pemungutan dan penghitungan suara secara elektronik atau e-counting, rekapitulasi penghitungan suara secara elektronik atau e-recapitulation serta pemungutan, penghitungan dan rekapitulasi suara secara elektronik atau e-voting.

Salah satu negara yang menggunakan e-voting, kata Viryan, adalah Kenya, namun gagal total sehingga hasil Pilpresnya dibatalkan. Menurut Viryan, Indonesia pun belum siap menerapkan e-voting dan e-counting dinilai berbahaya. Menurutnya, hal yang paling memungkinkan adalah e-rekap.

"Kalau saya ya, tidak mungkin langsung e-voting. Kemudian e-counting sama riskannya, yang paling mungkin saat ini adalah e-rekap. Paling tidak, kalau e-rekap saja bayangannya lima hari untuk rekapitulasi nasional. Katakanlah kemarin tanggal 17 April (pemilu), mudah-mudahan nggak sampai seminggu sudah selesai (proses rekapitulasi)," ujarnya.

Lebih lanjut, Viryan mengungkap KPU sedang mempersiapkan penerapan e-rekap di pilkada serentak 2020. Secara hukum, kata dia, sudah dijamin oleh UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pilkada. Namun, KPU harus memastikan secara teknis bisa berjalan dengan baik, seperti sistem teknologi, keamanan, dan teknis-teknis penghitungan serta rekapitulasi suara.

"Misalnya clear secara legal dan teknis. Kemudian dibuat akan ada minimal satu bulan, bisa sampai dua atau tiga bulan, publik bisa mensimulasi. Kita sosialisasikan, kita edukasi. Nggak langsung, bukan seolah-olah barang asing ya. Itu jadi bagian kerja KPU di daerah, sosialisasi, edukasi, dan simulasi," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement