Kamis 04 Jul 2019 21:46 WIB

Dalam Persidangan, Menpora: Tugas Menteri Luas

Menpora beranggapan wajar jika tak tahu soal proposal KONI

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Esthi Maharani
Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi memberikan keterangan saat menjadi saksi pada sidang kasus dugaan suap dana hibah KONI di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (4/7).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi memberikan keterangan saat menjadi saksi pada sidang kasus dugaan suap dana hibah KONI di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (4/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadirkan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi  sebagai saksi dalam sidang lanjutan suap dana hibah dari Pemerintah untuk KONI untuk terdakwa mantan Deputi IV Bidang Peningkatan Prestasi Olahraga Kementerian Pemuda dan Olahraga Mulyana. Dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (4/7),  Imam menyebutkan tugas Menteri sangatlah luas sehingga wajar bila ia tidak tahu menahu lebih lanjut soal proposal KONI karena sudah ditangani bawahannya.

Berawal ketika Jaksa KPK Ronald F Worotikan mencecar ihwal adanya perubahan judul dalam salah satu proposal. "Ini ada perubahan judul, pada awalnya untuk persiapan Asian Games, kemudian berubah lagi jadi usulan kegiatan pendampingan calon berprestasi. Saudara tahu proposal yang sama, ada pergantian judul, kalau iya, apa alasan pergantian judul?" tanya Jaksa Ronald.

Imam pun menjawab tidak tahu menahu pergantian judul itu.

"Tidak. Saya tidak dilaporkan pergantian judul, karena itu sesuatu yang tidak semestinya Menteri tahu, karena tugas menteri begitu luas, ini murni soal teknis saja. Saya tidak dapat laporan juga, apalagi surat-surat di meja saya begitu banyak pak jaksa. Sehingga saya satu persatu tidak ketahui ditail seperti apa," jelas Imam.

Meski begitu, dia mengaku telah memberi disposisi terkait proposal itu. Imam mengaku pemberian disposisi bertujuan agar kuasa pengguna anggaran (KPA) mendalami proposal itu.

"Pernah tahu ada proposal yang ditujukan ke Menpora usulan wasping (pengawasan dan pendampingan) program Asian Games tahun kegiatan 2018?," tanya Jaksa Ronald lagi

"Yang saya tahu baru tahu setelah ada operasi tangkap tangan," jawab Imam.

Mendengar jawaban Imam, Jaksa KPK pun memberikan barang bukti terkait disposisi yang sudah ditandatangani Imam.

"Ini barang bukti nomor 69. Lembar disposisi Menpora 3 September tanggal surat diterima 30 Augustus hal usulan wasping Asian Games tahun kegiatan 2018, benar ini paraf Anda?," tanya Jaksa Ronald.

"Iya," jawab Imam.

"Terhadap wasping Asian Games 2018. Apakah ini disetujui?," cecar Jaksa Ronald.

"Ketika ada limpahan pengguna anggaran (PA) ke kuasa pengguna anggaran (KPA) dilakukan unit teknis dan saya belum dapat laporan tentang itu. Saya tidak tahu karena itu begitu teknis," jawab Imam.

"Dasarnya itu disposisi Anda. Selaku PA anda bilang mengawasi. Anda tidak tahu?" tanya Jaksa Ronald lagi. "Tidak mengetahui," jawab Imam.

Mendengar hal itu, jaksa pun mencecar Imam lagi dengan menggunakan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 95 Tahun 2017, dimana Perpres itu berisikan Menpora harus melakukan pengawasan atas peningkatan program prestasi olahraga nasional. Imam pun menjelaskan bahwa Perpres itu tidak berlaku jika seorang Menteri telah memberi wewenang kepada pihak lain untuk melakukan pengawasan.

"Terkait Perpres 95 Tahun 2017 itu ngak hanya hibah KONI, tapi juga bantuan olahraga atau atlet disabilitas, bantuan personal commite, tapi dalam pengawasn ini, saya sebagai Menteri tidak melakukan pengawasan selaku PA, itu sudah ada kewenangan yang diberikan KPA dan unit teknis dibawahnya. Soal bagaimana pemenuhan kewajiban hak atlet, itu yang jadi perhatian pemerintah, karena target Asian Games bagaimana agar atletnya baik," jelas Imam.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement