Rabu 03 Jul 2019 04:55 WIB

Fiqh Asoy: Tentang Anjing, Mut'ah, Poligami, dan Makkah

Di Indonesia banyak orang yang mengambil cara enak di dalam menyikapi fiqh.

Masjid Suleiman di Istanbul
Revolusi Iran

Pada soal lain, pada tahun 1990-an, ada kritikan kepada sekelompok orang yang menggebu-gebu belajar Islam. Saat itu terpengaruh soal hasil gemilang Revolusi Islam di Iran. Dan pada saat itu ramai sekelompok orang dan getol ikut pengajian Islam Syiah.

Celakanya, fenomena ini sempat diledek budayawan Emha Ainun Nadjib. Katanya dalam sebuah forum diskusi dia berkata ringan saja. Emha menganggap itu bukan fenomena serius. Itu hanya mode: "Ah paling-paling ikut Syiah karena mut'ah. Mereka sebenarnya ikut 'sekte enak' (sekte asoy). Yang artinya yang kewajiban enaknya mau, kewajiban beratnya 'ogah' alias gak gelem."

Mendengar guyonan Emha, kami kala itu tertawa berderai-derai. Soal serius ternyata bisa cair. Kayak kisahnya putra Emha yang akan minta izin memelihara anjing. Sebelum minta izin, dia sudah siap dengan segala argumentasi fiqhnya. Tapi niat ini kemudian berantakan dan 'mati kutu' karena seloroh ringan Cak Nun: "Apa dengan tidak memelihara anjing hidupmu bermasalah?"

Memang di luar sana, banyak orang yang menganggap enteng dan 'suka-suka' ikhtilaf (perbedaan pemahaman) terhadap soal fiqh, misalnya soal nikah mut'ah ini. Kesannya kawin model itu kayak kawin kontrak biasa saja. Padahal prasyarat kewajibannya sangat berat. Apalagi bila sudah terkait soal anak. Malah lebih ruwet dari pernikahan yang biasa kita kenal.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement