Selasa 02 Jul 2019 01:12 WIB

Peran Oposisi Sangat Penting untuk Demokrasi

Oposisi untuk melakukan fungsi kontrol terhadap kebijakan pemerintah

Rep: Ali Mansur/ Red: Nidia Zuraya
Penetapan Presiden dan Wakil Presdien Terpilih. Presiden dan Wakil Presiden terpilih Periode 2019-2024, Joko Widodo dan KH Ma'ruf Amin saat menuangkan air usai menerima surat keputusan di Gedung KPU, Jakarta, Ahad (30/6).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Penetapan Presiden dan Wakil Presdien Terpilih. Presiden dan Wakil Presiden terpilih Periode 2019-2024, Joko Widodo dan KH Ma'ruf Amin saat menuangkan air usai menerima surat keputusan di Gedung KPU, Jakarta, Ahad (30/6).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Meski pasangan Joko Widodo-KH Ma'ruf Amin telah ditetapkan sebagai presiden dan wakil presiden periode 2019-2024 tapi partai politik oposisi belum nampak. Bahkan sejumlah partai eks Koalisi Indonesia Adil Makmur masih belum secara tegas posisinya sebagai oposisi.

Koalisi pendukung pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno sudah dibubarkan pascaputusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait sengketa pemilihan presiden (Pilpres) 2019.

Baca Juga

Peneliti Media Survei Nasional (Median), Ade Irfan Abudurrahman menilai bahwa peran oposisi dalam demokrasi sangat penting. Bukan untuk menjatuhkan kekuasaan, tapi melalukan fungsi kontrol terhadap kebijakan.

"Tanpa oposisi, kekuasaan berpotensi di salahgunakan," ujar Ade Irfan saat dihubungi melalui sambungan telepon, Senin (1/7).

Karena itu, kata Ade Irfan, oposisi berfungsi sebagai watchdog untuk menjaga agar pemerintah tidak otoriter, dan tidak se-enaknya mengeluarkan kebijakan. Maka dengan demikian, ketika pemerintah mulai keluar jalur, oposisi harus beridiri paling depan untuk meluruskan.

Maka, ia menyarankan agar Partai Gerindra, Demokrat, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) atau pun Partai Amanat Nasional (PAN) tetap menjadi oposisi sebagai penyeimbang pemerintahan.

"Sehingga meminimalisir upaya penyalahgunaan kekuasaan," tambah dosen komunikasi politik Universitas Islam Syekh Yusuf Tangerang itu.

Namun, lanjut Ade Irfan, tidak hanya asal ada oposisi saja. Tapi juga jarak kekuatan antara koalisi dan oposisi harus seimbang. Sehingga ada dinamika dalam penentuan kebijakan.

Wacana kebijakan akan semakin banyak sehingga pemerintah menjadi sangat hati-hati dalam mengeluarkan kebijakan. Hanya saja, menurut Ade Irfan, memang di era sekarang ini sepertinya muncul konstruksi wacana bahwa oposisi sebagai pengganggu pemerintah.

"Ini yang menurut saya harus diluruskan. Oposisi befungsi agar kekuasan tetap on the track dan bukan menjadi penghalang berjalannya pemerintahan," jelasnya.

Sebelumnya, Politikus PKS Mardani Ali Sera mengajak eks koalisi pendukung pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno untuk menjadi oposisi konstruktif Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden KH. Ma'ruf Amin. Agar pembangunan bangsa berkelanjutan ini berjalan efektif maka perlu dikawal bersama.

Sehingga, Mardani menjelaskan, kesalahan-kesalahan periode sebelumnya bisa diperbaiki untuk kemakmuran rakyat Indonesia sendiri. Kemudian terlepas dari ada kekurangan dalam proses dan pelaksanaan pemilu, bangsa ini mesti melangkah ke depan.

"Lima tahun ke depan Pak Jokowi mendapat amanah memimpin negeri ini," ujar Mardani.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement