Jumat 28 Jun 2019 22:03 WIB

Mahfud: Pengadilan Internasional tidak Urusi Masalah Pemilu

Tidak ada lagi upaya hukum lain yang bisa ditempuh setelah putusan MK.

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD.
Foto: Antara/Dhemas Reviyanto
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD.

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD menilai tidak ada upaya hukum lain yang bisa ditempuh pasangan Prabowo-Sandiaga Uno untuk menggugat kembali hasil pemilihan umum presiden 2019. Putusan MK bersifat final dan mengikat.

"Tidak ada, sudah tertinggi dan tidak ada jalur ke (pengadilan) internasional," kata Mahfud di Kompleks Kepatihan, Yogyakarta, Jumat (28/6).

Mahfud mengatakan Pengadilan Internasional hanya memproses menyangkut beberapa persoalan seperti permusuhan antaretnik, peperangan, atau genosida dan tidak ada soal pemilu. "Internasional tidak mengurusi tetek bengek begitu. Kan ada yang masih mengatakan datang ke pengadilan internasional, pengadilan internasional untuk pemilu itu enggak ada," kata dia.

Mahfud menilai proses persidangan sengketa hasil pilpres di MK sudah berjalan baik dan sesuai dengan fakta hukum yang ada. Para hakim MK, menurutnya, juga layak diapresiasi karena cukup berani dan tidak takut mendapat serangan isu di media sosial.

"Bahwa ada yang tidak percaya, sudah diberikan kesempatan menggugat, dan kemudian persidangan membuktikan bahwa dari sudut pembuktian semua permohonan itu sangat amat lemah. Kalau dari sudut kecurigaan, semua sih bisa saling curiga. Kemarin semua dalil kan di-floor-kan, dibahas, adu dalil, kan sudah," kata dia.

Oleh sebab itu, menurut dia, karena MK sebagai pengadilan negara tertinggi telah memutuskan menolak seluruh dalil gugatan dari pihak Prabowo-Sandiaga, maka tidak ada jalur hukum lain yang bisa ditempuh. "Ya sudah, enggak ada jalan lain maksud saya final and binding (final dan mengikat) berdasar Pasal 24C Undang-Undang Dasar (UUD)," kata dia.

Pascaputusan MK, ia berharap kedua kubu yang berkontestasi pada Pemilu 2019 berkonsentrasi pada peran masing-masing. Sebagai oposisi di satu pihak dan di pihak lain di pemerintahan.

"Tapi bisa juga kalau mau bergabung, power sharing, itu boleh kalau mau. Itu kan tinggal kemauan politik dari kedua belah pihak," kata Mahfud.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement