REPUBLIKA.CO.ID, LOMBOK BARAT -- Permasalahan Penerangan Jalan Umum (PJU) di hampir semua ruas jalan di Kabupaten Lombok Barat, terutama di kawasan Pariwisata Senggigi menjadi sorotan. Banyaknya PJU yang mati serta kondisi nyala lampu yang kurang terang dianggap sebagai bagian dari daya dukung yang lemah terhadap pariwisata, terutama menyangkut keamanan dan estetika di kawasan Senggigi.
Bupati Lombok Barat Fauzan Khalid mengaku akan merevitalisasi kawasan tersebut, terutama untuk penanganan masalah PJU.
Fauzan mengatakan revitalisasi telah masuk dalam komitmen perencanaan pada 2019, bahkan untuk perencanaan lima tahun ke depan.
Fauzan menyampaikan Pemkab Lombok Barat sudah menyiapkan anggaran dan memetakan gugus (cluster) untuk kawasan Senggigi. "Tahap awal meliputi masalah drainase yang sering menimbulkan persoalan genangan air mulai dari Meninting sampai ke Senggigi. PJU termasuk juga yang akan ditangani tahun ini," ujar Fauzan di Lombok Barat, NTB, Jumat (28/6).
Akan tetapi, tambah Fauzan, masalah PJU bukan hanya di Senggigi, tetapi di semua wilayah yang ada di Lombok Barat. Untuk itu, Pemkab Lombok Barat sedang mengkaji kemungkinan penanganan PJU secara komprehensif untuk seluruh kecamatan di Kabupaten Lombok Barat.
Kepala Dinas Perumahan dan Pemukiman Kabupaten Lombok Barat, Lalu Winengan mengatakan luas wilayah, ruas jalan, dan ketersediaan PJU saat ini, baik yang menggunakan jaringan maupun jaringan tidak sebanding dengan kondisi dan kemampuan fiskal dinas untuk menangani. Winengan menyebutkan baru tersedia PJU dengan jumlah sekitar 4 ribu lebih yang non-LED, sedangkan yang LED berjumlah 2024 unit, itu pun tidak semuanya nyala karena ada juga yang padam, bahkan hanya tinggal tiangnya saja.
"Anggaran kami sangat terbatas. Untuk pemeliharaan, rata-rata tiga tahun lalu hanya Rp 425 juta per tahun, bahkan 2019 ini hanya Rp 165 juta untuk lampu PJU di sepuluh kecamatan. Itu tidak bisa untuk pasang titik lampu yang baru," ujar Winengan.
Winengan menilai semestinya Lombok Barat memiliki lebih dari 10 ribu PJU dengan kondisi seluruhnya baik dan menyala. Saat ini, kata dia, baru dipetakan kebutuhan titik lampu sebanyak 9.629 titik dengan berbagai kondisi. Hal tersebut, kata Winengan, diperparah dengan kewajiban pembayaran yang dianggapnya mengalami salah perhitungan.
"Rata-rata kewajiban kita membayar ke PLN antara Rp 19 miliar sampai Rp 21 miliar per tahun. Ini memberatkan buat anggaran kita. Kami sudah memverifikasi, kemungkinan ada salah perhitungan. Masak kita harus membayar lampu yang mati," kata Winengan.
Untuk mengatasi persoalan itu, Winengan mengatakan, Pemkab Lombok Barat sedang melakukan kajian kemungkinan menggunakan skema kerja sama pemerintah dengan badan usaha (KPBU) dalam penanganan masalah PJU tersebut.
Hal tersebut menurut Winengan dijamin peraturan perundang-undangan, yaitu Peraturan Presiden Nomor 38 Tahun 2015 tentang KPBU dalam Penyediaan Infrastruktur, Permenkeu Nomor 190 Tahun 2015 tentang Pembayaran Ketersediaan Layanan Dalam Rangka KPBU dalam Penyediaan Infrastruktur, Permendagri Nomor 96 Tahun 2016 tentang Pembayaran Ketersediaan Layanan Dalam Rangka KPBU dalam Penyediaan Infrastruktur di Daerah, dan beberapa peraturan lainnya.
"Kita juga sudah melakukan konsultasi ke Bappenas dan mengkaji daerah pembanding yang telah mempraktikkan KPBU di bidang PJU. Kita ke Solo beberapa waktu lalu," lanjut Winengan.
Winengan menilai KPBU di bidang PJU akan sangat membantu pemkab dalam menangani persoalan jalan yang kurang terang di Lombok Barat. Di samping memudahkan daerah dari aspek penyediaan layanan PJU dan pembayarannya, KPBU untuk infrastruktur PJU juga akan menjamin semua wilayah bisa terang benderang.
Dari aspek pembiayaan, lanjut Winengan, KPBU akan meringankan beban APBD yang harus diprioritaskan sesuai tahapan tahun anggaran untuk kebutuhan penting lainnya. "Kerja sama itu dirasa penting lantaran untuk menerangi jalan di Lombok Barat setidaknya Rp 89 miliar dibutuhkan. Itu kita tidak punya uang," kata Winengan menambahkan.