Kamis 27 Jun 2019 19:28 WIB

Sidang Sengketa Pilpres 14 Hari Kerja, KPU Kasihani Pemohon

Sistem persidangan cepat di MK dinilai merugikan pemohon dalam membuktikan dalil.

Rep: Dian Erika Nugraheny/ Red: Andri Saubani
Tim Kuasa Hukum Prabowo-Sandi, Bambang Widjojanto saat menjalani Sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Presiden dan Wakil Presiden 2019 di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (27/6).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Tim Kuasa Hukum Prabowo-Sandi, Bambang Widjojanto saat menjalani Sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Presiden dan Wakil Presiden 2019 di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (27/6).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Pramono Ubaid Tanthowi, mengatakan perlu ada evaluasi pelaksanaan sidang sengketa Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) pilpres di Mahkamah Konstitusi (MK). Sistem persidangan cepat (speedy trial) dinilai merugikan pihak pemohon. 

Menurut Pramono, penyelesaian sengketa pilpres seharusnya bisa lebih panjang waktunya agar maksimal dalam menyelesaikan masalah-masalah yang besar. "Dengan sebegitu besar masalah, ternyata itu belum, belum ideal. Untuk pemeriksaan saksi-saksi itu mungkin masing-masing dua hari, mungkin akan lebih oke," ujar Pramono saat dijumpai di Gedung MK, Jl Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Kamis (27/6).

Baca Juga

Pramono melihat sistem speedy trial penyelesaian sengketa hasil Pilpres 2019 selama 14 hari kerja ini tak akan bisa dimaksimalkan oleh pemohon untuk menyampaikan bukti-bukti di persidangan. Apalagi, bila dalam permohonannya banyak dalil-dalil yang dinilainya bagus dan menarik.

"Sebenernya agak kasihan juga ya kepada pemohon," tuturnya. 

Bila format speedy trial ini tetap dipertahankan, Pramono berharap waktunya bisa lebih diperpanjang daripada sekarang ini. Untuk pemeriksaan saksi misalnya, disediakan waktu dua hari untuk masing-masing pihak. 

"Speedy trial tapi tidak terlalu ekspress seperti sekarang. Kalau permohonannya bagus, kuat begitu, itu kasihan pemohon," tambahnya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement