REPUBLIKA.CO.ID, MEDAN -- Pemerintah Kabupaten Langkat, Dinas Ketenagakerjaan, Dinas Perizinan dan institusi terkait lainnya harus bertanggung jawab dengan peristiwa kebakaran pabrik perakitan korek api gas (mancis) di Jalan Tengku Amir Hamzah, Dusun IV, Desa Sambirejo, Kecamatan Binjai, Kabupaten Langkat, Sumatra Utara, Jumat (21/6). Ini disampaikan Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU) Prof Dr Syafruddin Kalo SH, di Medan, Senin (24/6).
"Sebab operasional pabrik tersebut berada di daerah Kabupaten Langkat, dan pengawasan perusahaan itu tidak terlepas menjadi tanggung jawab pemerintah daerah," Syafruddin.
Apalagi, ujarnya, kebakaran pabrik korek api gas tersebut menyebabkan 30 pekerja tewas setelah hangus terbakar, yakni 25 orang dewasa dan 5 orang anak-anak. Kecelakaan kerja ini tidak hanya menimbulkan duka yang cukup mendalam bagi masyarakat, tetapi juga tidak ada rasa nyaman dengan kehadiran pabrik-pabrik yang ada di wilayah Langkat, misalnya pabrik perakitan korek api yang telah menelan korban jiwa itu.
Ia menyatakan, Dinas Ketenagakerjaaan Langkat juga tidak ada koordinasi dengan Dinas Ketenagakerjaan Provinsi Sumatra Utara mengenai kehadiran pabrik di Desa Sambirejo. Selain itu, pemberian izin terhadap perusahaan korek api gas yang berada di kawasan dekat rumah penduduk, dan juga dapat mengancam keselamatan masyarakat.
"Hal itu, juga merupakan pelanggaran norma K3 (Kesehatan dan Keselamatan Kerja) yang dilakukan pabrik perakitan mancis di Langkat," ujar dia lagi.
Syafruddin juga berharap kasus kebakaran pabrik perakitan korek api gas itu, tidak terulang lagi di Kabupaten Langkat, mengingat peristiwa tersebut menelan korban jiwa yang cukup besar. Selain itu, kasus kebakaran diharapkan dapat menyadarkan para pengusaha agar mereka tidak lalai dan mengabaikan terhadap keselamatan para pekerjanya.
Kemudian, Pemkab langkat dan institusi terkait lainnya agar lebih selektif memberikan izin operasional kepada perusahaan swasta, demi tercipta keamanan bagi masyarakat.
"Aparat kepolisian juga harus mengusut tuntas kasus kebakaran pabrik perakitan mancis di Langkat dan menghukum berat pengusaha perusahaan tersebut," katanya pula.
Sebelumnya, terjadi kebakaran pabrik perakitan korek api gas di Jalan Tengku Amir Hamzah, Dusun IV, Desa Sambirejo, Kecamatan Binjai, Kabupaten Langkat, Jumat (21/6) sekitar waktu makan siang. Diduga kebakaran itu dikarenakan saat sedang menyetel api mancis. Kemudian satu mancis terbakar dan mengakibatkan kebakaran hebat.
Sebanyak 30 korban meninggal dunia dalam kebakaran itu, karena mereka terkurung karena pintu masuk rumah berada di belakang, dan ledakan terjadi di bagian belakang. Para pekerja yang semuanya perempuan tidak bisa keluar karena pintu depan dikunci.
Penyidik Kepolisian Resor Kota Binjai menetapkan tiga orang tersangka dalam kasus kebakaran pabrik perakitan mancis di Dusun IV, Desa Sambirejo Kecamatan Binjai, Kabupaten Langkat yang menewaskan 30 orang ini. Sebelumnya, penyidik melakukan pemeriksaan terhadap lima saksi, yakni Ayu Anita Sari, Sri Maya, Deni Novita Sari, Nur Asiyah, dan Ariyani, lalu menetapkan tiga tersangka dalam kasus tersebut.
Ketiga tersangka itu masing-masing IDR (69) warga Jembatan Item Pekojan 3 Gang 8 V Nomor 3 RT/RW 011/007, Kelurahan Pekojan, Kecamatan Tembora Kota, Jakarta Timur selaku Direktur Utama PT Kiat Unggul.
Kemudian BUR (37), warga Dusun XV Jalan Bintang Terang Nomor 20 RT/RW 077/038, Desa Mulio Rejo, Kecamatan Sunggal, Kabupaten Deliserdang selaku Manager PT Kiat Unggul. Polisi juga menetapkan LIS (43), warga Jalan Sridadi Nomor 95, Desa Sei Semayang, Kecamatan Sunggal, Kabupaten Deliserdang selaku HRD (personalia) PT Kiat Unggul sebagai tersangka.
Siswanto menyampaikan, ketiganya dipersangkakan dengan pasal 359 KUHP tentang kelalaian yang menyebabkan matinya orang lain, pasal 188 KUHP tentang kelalaian yang menyebabkan kebakaran sehingga menyebabkan matinya orang lain, UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, serta UU Perlindungan Anak pasal 76 H dan 76 I Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan UU Nomor 23 Tahun 2002.
Selain itu, juga dikenakan pasal 74 huruf D dan pasal 183 UU Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, juga pasal 61, pasal 62, UU Nomor 26 Tahun 2017 tentang Penataan Ruang, serta pasal 109 UU Nomor 31 Tahun 2009 tentang Perlindungan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Ancaman hukuman terhadap pasal yang dipersangkakan antara 5 sampai 10 tahun penjara.