REPUBLIKA.CO.ID, TASIKMALAYA -- Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Kabupaten Tasikmalaya masih terus melakukan pendampingan kepada anak-anak yang menjadi korban tontonan adegan seks pasangan suami istri (pasutri) . Pendampingan itu dilakukan untuk memulihkan kondisi psikis anak yang terganggu akibat kejadian tersebut.
Ketua KPAID Kabupaten Tasikmalaya Ato Rinanto mengatakan, ada tujuh anak yang akan menjadi fokus penanganan pemulihan psikis. Enam orang anak merupakan korban yang menonton langsung adegan seks pasutri itu. Sementara satu orang lainnya yang menjadi korban seksual dari empat anak yang ikut menonton adegan seks
"Kan enam menyaksikan. Satu lagi korban dari empat yang menyaksikan dan melakukan tindakan ke anak usia 3 tahun," kata dia, Jumat (21/6).
Ia mengakui, proses pemulihan psikis anak-anak yang menjadi korban itu memang tak bisa dilakukan dengan cepat. Pasalnya, tontonan itu sudah terekam dalam memori anak-anak tersebut.
Ia menjelaskan, proses pemulihan itu akan didampingi langsung oleh psikolog. Pasalnya, jika tak dilakukan pemulihan, cepat atau lambat anak-anak itu pasti akan meniru adegan yang telah dilihatnya.
Ato menambahkan, peran lingkungan dan keluarga juga sangat penting untuk proses pemulihan psikis anak. "Mereka juga kan anak desa, kita butuh berikan penguatan pendampingan. Kita juga antisipasi di lingkungannya untuk tidak menanyai dan mengulang kejadian tersebut. "Kami akan terus lakukan pendampingan kepada mereka agar benar," kata dia.
Seperti diketahui, pasutri ES (24 tahun) dan LA (24) sengaja mengajak anak-anak di sekitar rumahnya, Desa Kadipaten, Kecamatan Kadipaten, Kabupaten Tasikmalaya, menonton adegan seks mereka. Akibatnya, empat dari enam anak yang menonton adegan itu juga mempraktikkan kepada anak lainnya yang berusia 3 tahun.
Kasat Reskrim Polres Tasikmalaya Kota AKP Dadang Sudiantoro mengatakan, setelah enam anak itu menonton adegan suami istri, sudah ada yang mencabuli anak usia tiga tahun. "Jadi yang mencabuli itu yang menonton tersangka," kata dia.