REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Antrean panjang terjadi di beberapa sekolah terkait Pendaftaran Peserta Didik Baru (PPDB). Para orang tua rela datang pagi-pagi karena takut anaknya tidak mendapatkan jatah sekolah sesuai dengan keinginannya.
Menanggapi hal tersebut, Inspektur Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Muchlis Rantoni Luddin mengatakan, PPDB ini dilakukan secara online sehingga penerimaannya dapat dilihat secara transparan. "Kalau online kan transparan dan terus masuk kuotanya. Dipastikan siapapun dia mau antre terakhir dia akan masuk. Untuk apa subuh-subuh, karena kan pakai online," kata Muchlis, di Jakarta, Selasa (18/6).
Ia mengatakan, pihaknya akan melihat langsung bagaimana kondisi di lapangan sehingga tahu kenapa isu yang menyebabkan orang tua risau muncul. "Kita mau cek statusnya terakhir ke lapangan sehingga kita tahu apakah zonasi itu sudah habis atau bagaimana. Kenapa dia berhenti misalnya di 200 apakah karena habis kuotanya atau nanti diarahkan," kata Muchlis menjelaskan.
Muchlis mengungkapkan masalah yang kerap muncul adalah aturan-aturan baru yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah terkait PPDB. Padahal, PPDB harus mengacu kepada Permendikbud Nomor 51 Tahun 2018. Apabila kebijakan di daerah disesuaikan dengan kearifan lokal harus tetap berdasarkan koridor Permendikbud tersebut.
Ia menuturkan sebaiknya Pemda menjalankan dulu petunjuk teknis zonasi yang selama ini sudah diterapkan. Setelah itu, apabila di lapangan terjadi masalah maka Pemerintah Pusat akan ikut melihat fakta dan memberi arahan untuk menyelesaikannya.
"Terapkan dulu zonasinya, baru kita tahu ada enggak masalah secara teknis di lapangan. Ini kan belum diterapkan. Kalau sudah itu akan terlihat fakta di lapangan seperti apa," kata dia.
Menurut dia, masalah yang terjadi adalah Pemda terlalu kaku dalam menerapkan kebijakan sehingga masalah muncul. Ia pun menegaskan, yang penting adalah prinsip utama dari Permendikbud harus diperhatikan sehingga anak-anak bisa bersekolah.