REPUBLIKA.CO.ID, MAJALENGKA – Ketiadaan pembatas media jalan antara jalur A dan jalur B di ruas Tol Cipali, disayangkan. Padahal, keberadaan pembatas tersebut dinilai bisa meminimalisasi risiko kecelakaan.
Kapolres Majalengka, AKBP Mariyono, menyebutkan, KM 150.900 Tol Cipali, Kabupaten Majalengka, yang menjadi lokasi kecelakaan maut yang menewaskan 12 orang pada Senin (17/6), diketahui tak memiliki pembatas median jalan. Di lokasi itu, jalur A dan jalur B hanya dipisahkan sedikit cekungan sehingga memungkinkan kendaraan menyeberang ke jalur yang berlawanan.
‘’Tidak ada pembatas antara jalur A dan jalur B di lokasi kecelakaan,’’ ujar Mariyono, Selasa (18/6).
Sebelumnya, di KM 150.900 Tol Cipali terjadi kecelakaan beruntun yang melibatkan empat kendaraan. Yakni Bus Safari bernopol H 1469 CB, Mitsubishi Xpander B 8137 PI, Toyota Innova B 168 DIL, dan truk Mitsubishi R 1436 ZA.
Bus Safari yang melaju dari arah Jakarta mengalami insiden sehingga terbang melewati median dan masuk ke jalur berlawanan. Akibatnya, bus menabrak Toyota Inova, menindih kendaraan Expander dan membuat mobil truk terguling. Akibatnya, 12 orang tewas dan sekitar 43 korban terluka.
Mariyono menilai, keberadaan pembatas median jalan dapat mengurangi risiko kecelakaan lalu lintas. Karena itu, pihaknya menyarankan kepada pengelola jalur Tol Cipali untuk memasang pembatas median jalan di sepanjang ruas tol tersebut.
‘’Kalau ada pembatas, resiko kendaraan menyeberang ke lajur sebelahnya jadi sangat kecil,’’ tukas Mariyono.
Menteri Perhubungan RI, Budi Karya Sumadi, juga menyatakan akan memberi masukan kepada pengelola jalan Tol Cipali mengenai pembatas median jalan di jalur Tol Cipali.
‘’Kami akan kasih masukan soal pembatas jalan tol,’’ kata Budi, di sela kunjungan kerjanya ke Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) Kertajati, Kabupaten Majalengka, Selasa (18/6).
Budi menyatakan, akan berkoordinasi dengan pihak terkait untuk melakukan evaluasi terhadap kecelakaan tersebut.
‘’Harus dievaluasi semuanya, mulai kecepatan kendaraan yang tidak boleh lebih dari 100 km per jam, kelaikan kendaraan, juga kondisi orang (sopir), apakah dia sehat atau tidak, mengantuk atau tidak,’’ kata Budi.