REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan penasihat di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Abdullah Hehamahua angkat suara soal defenisi perusahaan anak BUMN sebagai usaha milik negara. Menurut dia, anak perusahaan BUMN sama dengan BUMN yang menjadi unit usaha milik negara.
"Anak BUMN itu diperiksa dan diaudit BPK (Badan Pemeriksaan Keuangan) karena ada uang negara di dalamnya," kata Hehamahua, saat berorasi dalam aksi damai mengawal Mahkamah Konstitusi (MK), di kawasan Merdeka Barat, Patung Kuda, Jakarta, Selasa (18/6).
Perdebatan tentang anak BUMN apakah BUMN mencuat belakangan. Itu setelah Tim Hukum Prabowo-Sandi mempertanyakan jabatan cawapres Kiai Ma'ruf Amin di jajaran Dewab Pengawas Syariah pada dua bank milik pemerintah. Jabatan tersebut menurut Tim Hukum Prabowo-Sandi menyalahi aturan dalam syarat capres dan cawapres dalam pilpres 2019.
Kiai Maruf Amin pada pilpres 2019, mendampingi capres pejawat Joko Widodo (Jokowi) untuk menghadapi paslon penantang Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno. Hasil Pilpres 2019 menetapkan Jokowi-Maruf menang 55,5 persen atas Prabowo-Sandiaga. Namun hasil tersebut digugat ke MK. BPN menganggap kemenangan Jokowi-Maruf lantaran kecurangan.
Selain itu, Tim Hukum Prabowo-Sandi juga mempermasalahkan pencawapresan Maruf Amin lantaran perannya di bank anak BUMN. BPN menganggap pencawapresan tersebut cacat hukum dan administratif. Sebab syarat pencalonan mengharuskan kandidat melepas jabatannya di lembaga atau unit usaha milik pemerintah. Karena itu, BPN meminta MK mendiskualifikasi paslon 01.
Hehamahua menilai, alasan BPN meminta MK mendiskualifikasi Jokowi-Maruf Amin karena cacat hukum saat pencalonan dapat dibenarkan. "Wajar kalau itu didiskualifikasi," sambung dia. Hehamahua menambahkan, agar MK mampu objektif dan adil dalam memutuskan sidang perkara pilpres 2019.