REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menunggu hasil uji balistik dari temuan dua proyektil dalam tubuh korban kerusuhan 21-22 Mei 2019 di Jakarta. Dua proyektil kaliber 5,56 milimeter dan 9,00 milimeter saat ini ada di tangan kepolisian untuk diuji balistik.
Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik mengatakan lembaganya meminta agar hasil uji balistik tersebut dapat segera dirampungkan dan diumumkan. Selain uji balisik, Komnas HAM juga meminta agar tim investigasi di Mabes Polri melakukan uji forensik luar terhadap lima dari sembilan korban sipil yang meninggal dunia dalam kerusuhan pascapilpres 2019 tersebut.
Permintaan tersebut lantaran lima korban sipil tidak sempat diautopsi sebelum dimakamkan. Dari lima orang tersebut, ia menerangkan, empat orang diduga karena peluru tajam dan satu lainnya lantaran pukulan.
“Kami ingin melihat agar ada uji forensik luar untuk yang tidak diautopsi,” kata Ahmad, Senin (17/6).
Ahmad menerangkan semnetara ini hasil investigasi antara Mabes Polri dan Komnas HAM pada tingkat konklusi yang mirip. Dari sembilan korban meninggal dunia, kedua otoritas tersebut sejalan dengan kesimpulan bahwa ada delapan warga sipil meninggal dunia lantaran tembakan dengan peluru tajam.
Empat korban dipastikan dari peluru tajam lewat hasil autopsi di empat rumah sakit, yakni RS Polri, RS Tarakan, RS Budi Kemuliaan, dan RSCM Jakarta. Sedangkan empat korban lainnya yang diduga meninggal lantaran tembakan dengan peluru tajam tersebut belum ada hasil autopsinya hingga hari ini.
Terkait dugaan empat orang meninggal karena tembakan itu, ia menerangkan, tim investigasi komisi tersebut ikut menyertakan pengakuan dari keluarga tentang kondisi jenazah para korban sebelum dikebumikan.
Sementara satu korban lainnya, Mabes Polri meyakini meninggal karena serangan benda tumpul. Komnas HAM menyampaikan satu korban akibat benda tumpul tersebut atas nama Reza.
Akan tetapi, komisi tersebut belum percaya kematian Reza akibat benda tumpul. “Belum tentu itu pukulan,” kata Ahmad. Karena itu, ia mendesak adanya uji forensik luar bagi korban yang tak sempat diautopsi.
Ahmad melanjutkan, penyelidikan dan investigasi kerusuhan 21-22 Mei oleh Komnas HAM berbeda dengan pengungkapan serupa oleh Mabes Polri. Meski Mabes Polri berusaha mencari pelaku penembakan, Komnas HAM tak ada pada jalan mencari pelaku penembakan.
Menurut Ahmad, Komnas HAM melakukan investigasi kerusuhan 21-22 Mei, hanya untuk memastikan proses penegakan hukum yang terjadi saat kerusuhan sesuai kadarnya. Yakni, adanya standar pengamanan yang tak menyimpang, dan aksi pelanggaran HAM yang dilakukan oleh Polri.
"Tugas kami (Komnas HAM) bukan untuk mencari pelaku (penembakan). Tapi untuk memastikan proses hukum yang dilakukan Polri sesuai protap, acara hukum, dan standar hak asasi manusia,” kata Ahmad. Termasuk, dia mengatakan, untuk memastikan adanya keadilan terhadap para korban yang meninggal dunia dalam kerusuhan tersebut.
Terkait korban meninggal dunia dalam kerusuhan 21-22 Mei, Mabes Polri mengungkapkan hasil investigasi sementara terkait korban meninggal dunia. Kabag Penum Humas Mabes Polri Kombes Asep Adi Saputra menyampaikan, pada Senin (17/6), empat dipastikan meninggal dunia lantaran peluru tajam.
Sedangkan empat lainnya, tak sempat diautopsi lantaran jenazah korban langsung diambil oleh keluarganya saat meninggal. Akan tetapi, Mabes Polri mengidentifikasi empat korban lainnya itu, juga meninggal dunia lantaran peluru tajam.