Sabtu 15 Jun 2019 07:18 WIB

Pengamat: Pantau Terus Informasi Soal Sengketa Pilpres

pemerintah harus terus memantau peredaran berita bohong dan hoaks di media sosial.

Rep: Inas Widyanuratikah/ Red: Esthi Maharani
Suasana jelang sidang perdana sengketa Pilpres 2019 di depan gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Jumat (14/6).
Foto: Republika/Flori Sidebang
Suasana jelang sidang perdana sengketa Pilpres 2019 di depan gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Jumat (14/6).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat media sosial, Enda Nasution mengatakan pemerintah harus terus memantau peredaran berita bohong dan hoaks di media sosial. Hal ini terkait dengan sidang sengketa Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi (MK) yang masih akan berlangsung panjang.

"Menurut saya, dilihat dan dimonitor setiap hari saja, mengikuti kondisi di masyarakat," kata Enda pada Republika, Jumat (14/6).

Pada sidang perdana sengketa Pilpres 2019, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) memutuskan untuk tidak melakukan pembatasan media sosial. Keputusan tersebut berbeda dari yang terjadi saat aksi massa berlangsung pascapengumuman hasil Pilpres 22 Mei 2019 lalu.

Namun, Kemenkominfo mengatakan peluang untuk membatasi medsos masih terbuka. Menurut Menkominfo Rudiantara, selama peredaran informasi hoaks di medsos tidak masif dan berpeluang memecah belah bangsa maka pembatasan medsos tidak akan dilakukan.

Terkait hal ini, Enda beranggapan pemantauan harus terus dilakukan oleh pemerintah. Apabila situasi dinilai memanas maka pembatasan bisa saja dilakukan kembali.

"Kalau situasi memanas, ada risiko kerusuhan karena provokasi dengan konten hoaks, maka pembatasan bisa diberlakukan lagi," kata Enda.

Lebih lanjut, Enda berharap masyarakat selalu bersikap skeptis terhadap informasi yang beredar di medsos. Sebab, hasil Pilpres 2019 merupakan hal yang sensitif dan banyak pihak yang ingin menimbulkan kegaduhan.

"Setiap kali ada informasi, kita diskon saja kebenarannya jadi 50 persen. Jadi jangan langsung gampang percaya. Kita harus lebih skeptis dan kritis dalam mengkonsumsi informasi yang beredar," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement