REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo-Ma'ruf Amin menghormati permintaan tim hukum Prabowo Subianto-Sandiaga Uno terkait perlindungan saksi dan ahli. TKN mengatakan, apresiasi diberikan jika permintaan itu bertujuan agar para saksi dan ahli dapat lebih fokus memberikan keterangan.
"Tentu kami menghargai usulan tersebut apalagi jika untuk memberikan keterangan yang jujur dan adil," kata Wakil Sekretaris TKN Verry Surya Hendrawan di Jakarta, Sabtu (15/6).
Verry mengatakan, proses perlindungan saksi juga sudah diatur dalam UU nomor 31 tahun 2014 tentang perlindungan saksi dan korban. TKN, dia mengungkapkan, menghargai permintaan itu jika dilakukan dengan tujuan yang baik.
"Toh kami di TKN juga selama ini yakin kami menang dan kami ingin menang serta dicatat dengan cara-cara yang baik," kata Verry lagi.
Meski demikian, Sekretaris Jendral PKP ini menentang permintaan perlindungan saksi jika dilandasi dengan alasan yang negatif. Dia mengatakan, perlindungan saksi lebih baik tidak diberikan jika hal itu dilakukan guna memperlihatkan seolah-olah persidangan tidak aman dan aparat gagal memberikan jaminan keamanan bagi masyarakat.
Menurut Verry, alasan tersebut akan membuat permintaan perlindungan saksi dan ahli menjadi hal yang bersifat kontraproduktif. Dia melanjutkan, permintaan dengan alasan yang tidak baik itu juga cenderung menunjukan perihal yang tendesius.
"Seolah-olah bahwa memberikan keterangan yang jujur di persidangan menjadi hal yang berbahaya dan rawan. Kesan seperi itu harus sama-sama kita hindari," paparnya.
Sebelumnya, permintaan perlindungan saksi dan ahli diminta oleh Ketua Tim Kuasa Hukum BPN Bambang Widjojanto (BW) kepada MK. Permohonan itu diajukan karena ada kekhawatiran akan adanya intervensi dari calon presiden (capres) pejawat. BW berpendapat, petahana mempunyai potensi menggunakan seluruh sumber dayanya.
Alasan lain yang menjadi pertimbangan dimintanya peindungan saksi oleh BW menyusul adanya potensi proses pemeriksaan di MK tidak bisa seluas-luasnya memberi akses keadilan. Permintaan itu dikemukaan BW setelah sidang pendahuluan dinyatakan untuk dihentikan sementara untuk Shalat Jumat dan makan siang.
"Makanya kalau tujuannya baik ya kami menghargai, tapi jika sebaliknya kami menyayangkan hal itu yang hanya ingin menunjukan proses persidangan yang tidak aman," kata Verry lagi.
Sementara, sidang awal sengketa hasil Pilpres digelar di MK, Jumat (14/6). Agenda sidang adalah pembacaan permohonan. Sidang diskors sekira pukul 11.30 WIB untuk jeda Shalat Jumat dan dibuka kembali sekira pukul 13.00 WIB.
Dalam sidang itu, MK mengundang pemohon, termohon, pihak terkait dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). MK memiliki waktu 14 hari untuk menangani permohonan PHPU yang diajukan. Secara resmi, MK rencananya akan membacakan sidang putusan pilpres pada 28 Juni 2019.