Kamis 13 Jun 2019 05:20 WIB

Sampah Botol Plastik Suroboyo Bus Laku Terjual Rp 150 Juta

Hasil penjualan tersebut kemudian masuk dalam Pendapatan Asli Daerah (PAD) Surabaya

Rep: Dadang Kurnia/ Red: Nidia Zuraya
Petugas memarkir Suroboyo Bus di halaman Balai Kota Surabaya, Jawa Timur, Jumat (4/1/2019).
Foto: Antara/Didik Suhartono
Petugas memarkir Suroboyo Bus di halaman Balai Kota Surabaya, Jawa Timur, Jumat (4/1/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Pengumpulan sampah botol plastik sebagai ongkos menaiki Suroboyo Bus sejak awal pada 2018 hingga Januari 2019 sudah terkumpul sebanyak 39 ton. Sampah itu pun telah dilelang melalui Dirjen Kekayaan Negara (DJKN) senilai Rp 150 juta. Hasil penjualan tersebut kemudian masuk dalam Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Surabaya.

Plt Kepala Dinas Kebersihan dan Ruang Terbuka Hijau (DKRTH) Kota Surabaya, Eri Cahyadi mengatakan, sampah botol plastik tersebut sudah dilakukan pelelangan. Namun, pelelangan ini bukan ditangani oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya, melainkan diserahkan kepada DJKN. Lelang tersebut dimenangkan oleh perusahaan pengelola sampah plastik menjadi biji plastik yakni PT Langgeng Jaya Plastindo senilai Rp 150 juta.

Baca Juga

“Karena botol plastik yang terkumpul itu sudah ditetapkan sebagai kekayaan daerah, sehingga secara otomatis botol sampah 39 ton tersebut dilelang oleh DJKN. Sistem lelang yang digunakan ini mencari pemenang dengan penawaran tertinggi, waktu itu dibuka dari harga Rp 80 juta,” kata Eri di Surabaya, Rabu (12/6).

Eri menjelaskan, ini adalah lelang pertama kali dari hasil pendapatan Suroboyo Bus. Alasannya, karena sebelumnya memang belum ditetapkan siapa yang berwenang untuk menangani ini. “Jadi kita simpan dulu di rumah-rumah kompos dan baru dilelang beberapa waktu lalu setelah semuanya clear,” ujar Eri.

Pria yang juga menjabat sebagai Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Kota (Bappeko) Surabaya ini menyampaikan, hasil dari lelang Rp 150 juta itu, kemudian dimasukkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kota Surabaya melalui Pendapatan Asli Daerah (PAD).

“Dananya masuk ke APBD lalu dicampur. Masuk ke PAD retribusi, atau bisa masuk ke pajak Izin Mendirikan Bangunan (IMB) atau bisa masuk Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) masuk jadi satu, setelah itu baru dibelanjakan,” kata Eri. 

Eri mengatakan, jumlah Suroboyo Bus sebanyak 20 unit. Dia juga mengakui minat warga untuk menggunakan alat transportasi ini terus meningkat. Terhitung, sejak awal bus tersebut beroperasi sampai pada tahun 2019, jumlah pemasukan botol sampah plastik terus meningkat.

Artinya, semakin banyak minat warga yang menggunakan bus tersebut. Oleh karena itu, Pemkot Surabaya terus mengupayakan pembayaran Suroboyo Bus menggunakan sampah botol plastik. Cara ini dinilai efektif untuk menangani dampak dari sampah plastik itu sendiri.

“Mudah-mudahan masih terus berlaku. Karena botol yang dilakukan untuk tiket bus tersebut digunakan sebagai percontohan sampai international,” kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement