REPUBLIKA.CO.ID, SUKABUMI -- Petani hidroponik jenis sayuran pakcoy di Kabupaten Sukabumi kewalahan memenuhi permintaan pasar. Sebab, produksi yang dihasilkan belum mampu memenuhi permintaan dari hotel, restoran, dan cafe yang ada di Jabotabek.
‘’ Setiap bulannya permintaan sayuran pakcoy mencapai 8 ton,’’ kata Saeful Bahri Pengelola PT Puspa Agro Farm Hidroponik di Kampung Urug Desa Cisarua, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Sukabumi kepada wartawan, baru-baru ini. Sementara produksi yang dihasilkan tempatnya hanya sebanyak 4 hingga 6 ton per bulan.
Sehingga, kata Saeful, pasokan sayuran pakcoy tersebut didatangkan dari Bandung dan wilayah Jawa Timur. Padahal bila dipenuhi oleh Sukabumi maka akan sangat menguntungkan.
Menurut Saeful, di lokasi Puspa Agro Farm Sukabumi terdapat tujuh unit kawasan hidroponik. Jenis tanaman yang ditanam mulai pakcoy, cesim, kangkung, dan letus. Sementara yang terbanyak adalah jenis pakcoy karena banyak permintaan dari hotel, restaurant, dan café.
Selain itu, harga pakcoy hidroponik cukup tinggi yakni Rp 24 ribu hingga 30 ribu per kilogram. meskipun untuk membangun satu unit hidroponik memerlukan modal Rp 600 juta dengan ukuran 500 meter persegi. Hidroponik adalah budidaya menanam dengan memanfaatkan air tanpa menggunakan tanah dengan menekankan pada pemenuhan kebutuhan nutrisi bagi tanaman.
Direktur Sayuran dan Tanaman Obat, Ditjen Hortikultura, Kementerian Pertanian Moh Ismail Wahab dalam kunjungannya ke kawasan tersebut mengatakan, sayuran hidroponik memiliki sejumlah keunggulan. ‘’ Sayuran nonpestisida, dari sisi kualitas terjamin dan barang yang dijual seragam,’’ kata dia.
Selain itu, sistem tersebut tidak membutuhkan lahan luas. Selain itu dari segi harga berbeda dibandingkan pakcoy tradisional hanya Rp 4.000 per kilogram sedangkan hidroponik Rp 23 ribu per kilogram.
Tingginya harga dikarenakan biaya produksi hidpronik yang besar karena harus memenuhi standar yang ditetapkan. ‘’ Perlu investasi yang mahal di awal namun berikutnya hanya mengelola dan akan cepat kembali modalnya,’’ ujar dia.