Rabu 29 May 2019 07:30 WIB

Polri Bantah Surat Larangan Tuntutan Untuk Keluarga Korban

Polri menyebut informasi itu hoaks.

Rep: Arief Satrio Nugroho/ Red: Muhammad Hafil
Kabiro Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo
Foto: Arif Satrio Nugroho/Republika
Kabiro Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Polri membantah adanya surat larangan menuntut yang harus ditandatangani keluarga korban. Pernyataan Polri ini bertolak belakang dengan pengakuan Didin Wahyudin, ayah salah satu korban 22 Mei 2019 Harun Al Rasyid.

"Siapa yang ngomong gitu siapa? Jangan percaya, sudah disampaikan itu hoaks, apa dia punya bukti, tertulis, tidak?," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal Polisi Dedi Prasetyo saat dikonfirmasi, Selasa (28/5).

Baca Juga

Dedi pun mempertanyakan pengakuan adanya surat larangan menuntut yang disampaikan secara lisan itu. Dedi justru menilai, penyampaian secara lisan soal surat larangan itu bisa saja dibuat - buat.

"Kalau hanya lisan itu bisa dikondisikan, kalau misalnya tertulis kita uji keasliannya. Jadi jangsn terlalu mudah percaya dengan narasi-narasi yang dibangun, voice saja bisa direkayasa apalagi narasi-narasi dibangun," ujar mantan Wakapolda Kalimantan Timur itu.

Sementara sebelumnya, Didin Wahyudin mengungkap sulitnya proses pengambilan jenazah anaknya yang menjadi korban kerusuhan 22 Mei 2019. Didin mengaku diminta menandatangani pernyataan agar tak menuntut pihak manapun.

Didin menceritakan, kesulitan itu dialami saat mengambil jenazah putra keduanya di RS Polri Kramat Jati. Pada Kamis (23/5), ia sudah mendapat kabar Harun meninggal dan berada di RS Polri setelah dipindahkan dari RS Dharmais. Harun dipindah ke RS Polri karena tak beridentitas.

"Tapi di sana katanya harus melalui prosedur untuk mengambil surat pengantar dari Polres Jakbar. Setelah dari Polres Jakbar, sudah malam katanya, besok harus kembali lagi jam 8.00 WIB. Itu hari Kamis malam Jumat," kata Didin saat mengadu ke DPR RI, Jakarta, Senin (27/5).

Didin mengaku sudah lemas, sehingga pengbilan jenazah diwakilkan oleh adiknya. Jumat (24/5) pagi, ayah Didin dan adiknya sudah tiba di RS Polri. Namun, Kapolres Jakarta Barat belum hadir, hingga pukul 9.00 WIB  mereka baru bisa menandatangani berkas pengambilan jenazah.

"Sampai sana harus diautopsi dulu, tapi satu hal di situ ada pernyataan keluarga korban tidak boleh menuntut siapapun apapun, dan kedua untuk dilakukan autopsi," ungkap Didin Wahyudin.

Didin sempat memperingatkan adiknya yang mengambil jenazah untuk tak menandatangani dokumen apapun yang belum jelas maksudnya. Adiknya sempat bingung. Namun, karena waktu semakin sore, atas anjuran dari ayah Didin, akhirnya dokumen tetap ditandatangani agar jenazah Harun dapat segera dipulangkan.

Namun, kejanggalan kembali ditemukan Didin. Jenazah Harun sudah dalam kondisi rapi dan dipakaikan kain kafan. Didin diberitahu, jenazah anaknya sudah diautopsi.  "Hasil autopsi tidak diberikan, di situ saya mempertanyakan kenapa hasil autopsi tidak diminta, apa memang tidak ada apa tidak dikasih," kata Didin.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement