REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo-Ma'ruf Amin menyebut tuduhan Badan Pemenangan Nasinoal (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno di Mahkamah Konstitusi (MK) mengada-ada. Mereka menilai, tudingan kecurangan yang ditujukan kepada kubu pejawat tidak didasarkan pada bukti-bukti yang kuat.
"Itu hanya sebatas halusinasi mereka saja karena kekurangan bukti, dicari-carilah logikanya bahwa karena dia petahana pasti menggunakan aparat. Gitu aja," kata Wakil Ketua TKN Abdul Kadir Karding di Jakarta, Ahad (26/5).
Dalam laporan nomor 39, BPN menuding kecurangan masif yang dilakukan Jokowi-Ma'ruf adalah penyalahgunaan APBN, ketidaknetralan aparatur negara, dan penyalahan birokrasi. BPN menyebut calon presiden (capres) Jokowi juga menggunakan kekuasaannya guna membatasi kebebasan media hingga diskriminasi perlakuan.
Karding mengatakan, Jokowi tidak pernah menggunakan kekuasaan menekan Aparatur Sipil Negara (ASN). Ketua DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini justru menyebut, Prabowo-Sandiaga yang lebih banyak dipilih oleh ASN dan pegawai BUMN.
"Info yang saya peroleh, Pak Jokowi belum tentu menang. Kalau belum tentu menang di sana, harus dibuktikan apakah kalah di ASN dan di BUMN, itu semua kan perangkat negara. Ya kalah di sana, ya bagaimana caranya menggunakan struktur, apa logikanya," kata Karding.
Karding juga menyoroti tudingan BPN yang menyebut capres pejawat telah merebut kebebasan pers. Dia menegaskan, kebebasan pers telah diatur dalam undang-undang. sehingga tidak mungkin melanggar peraturan tersebut.
"Dia tidak pernah memberikan ancaman dengan aparat misalnya,'Hei, kalau kalian (media) tidak muat, awas nanti dibredel' kan enggak ada. Tidak ada alat itu, sudah ada UU nya masing-masing," kata Karding.
Alasan-alasan tersebut pada akhirnya membuat BPN menduga Presiden Jokowi menggunakan kekuasaannya untuk melakukan praktik kecurangan secara terstruktur, sistematis dan masif. Mereka meminta paslon 01 didiskualifikasi dan menyatakan Prabowo-Sandiaga sebagai pemenang Pilpres 2019.