REPUBLIKA.CO.ID, “Segera ke Petamburan, hati-hati di sana,” kalimat singkat bernada perintah terarah saya terima Rabu (25/5). Saya pun langsung bergegas merapikan peralatan dan berangkat meliput ke lokasi kejadian. Jujur, ada sedikit rasa khawatir dalam benak saya. Terlebih setelah mendapat informasi adanya korban jiwa dalam bentrokan itu.
Saya sengaja tak membawa sepeda motor yang biasanya menemani untuk liputan. Saya berpikir terlalu berisiko membawa kendaraan saat meliput ke lokasi kerusuhan. Menggunakan jasa ojek online pun jadi pilihan. Saya memasang tujuan Masjid An Nur, Petamburan.
Kekhawatiran semakin bertambah saat melintasi Pasar Tanah Abang. Kerusuhan yang terjadi pascapembakaran Asrama Brimob dini harinya, seperti membuat kawasan Tanah Abang wilayah mati. Semua toko di Tanah Abang tutup. Tak ada aktivitas kecuali beberapa orang bertubuh kekar dengan pakaian kaos serba hitam nampak berjaga di sepanjang area pertokoan.
Pusat pertokoan Tanah Abang tutup sebagai dampak dari aksi unjuk rasa di depan gedung Bawaslu, Jakarta, Rabu (22/5).
Driver ojek online yang saya tumpangi hanya mampu mengantarkan saya hingga Jalan Jembatan Tinggi. Saya memaklumi. Dari kejauhan sekelompok massa yang berkumpul di Jalan KS Tubun nampak tengah mengamuk, berteriak-teriak mencaci aparat sambil membakar ban dan kayu. “Maaf ya mas, sampai di sini saja, hati-hati,” kata driver ojol.
Dengan keyakinan dan doa, saya memberanikan diri menuju kerumunan massa di Jalan KS Tubun. Saya mulai memotret suasana di sekitaran Jalan KS Tubun dengan telepon pintar. Yang terlihat, kawasan itu tak ubahnya seperti di Pasar Tanah Abang. Pertokoan di sepanjang jalan KS Tubun pun tak ada yang buka.
Kayu, batu, bambu bekas bentrokan masih berserakan. Sementara warga memasang penghadang di tiap gang masuk menuju permukiman. Mereka khawatir bentrokan kembali terjadi.