Senin 13 May 2019 02:30 WIB

FSGI Mempertanyakan Kapasitas Pelatih Guru Asing

FSGI mempertanyakan kapasitas pelatih guru asing yang ingin didatangkan pemerintah

Rep: Rahma Sulistya/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Guru di Rumah Pintar Astra Nurul Falah, Dati Daniati, sedang mengajar murid-muridnya. Rumah pintar ini berada di Mengger Girang, Kelurahan Pasirluyu,  Kecamatan Regol, Kota Bandung.
Foto: Umar Mukhtar/Republika.co.id
Guru di Rumah Pintar Astra Nurul Falah, Dati Daniati, sedang mengajar murid-muridnya. Rumah pintar ini berada di Mengger Girang, Kelurahan Pasirluyu, Kecamatan Regol, Kota Bandung.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Wakil Sekjen Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), Satriwan Salim, mempertanyakan kapasitas pelatih guru yang didatangkan dari luar negeri. Karena kondisi guru yang ada di Indonesia ini berbeda-beda di setiap kondisi geografisnya.

“Pelatih guru ini tidak masalah, tapi yang paling penting pelatih guru dari luar negeri itu bagaimana kapasitasnya, kapabilitasnya, dia melatih dimana, urgensinya apa sehingga butuh dari luar negeri,” ujar Satriwan saat dihubungi Republika.co.id, Ahad (13/5).

Baca Juga

Ia menekankan pada urgensinya mendatangkan pelatih guru dari luar negeri, sementara di Indonesia sendiri banyak guru-guru yang berprestasi. Lagipula setiap tahunnya pemerintah mengangkat dan mengapresiasi guru-guru berprestasi ini.

“Karena kalau kita melihat konteks Indonesia, geografisnya sangat luas sekali, demografinya juga seperti itu, jangan-jangan nanti mereka melatih guru ternyata terkait dengan nilai-nilai ideologi yang mereka bawa karena dari luar negeri. Dan itu tentu kontraproduktif dengan nilai yang kita anut di dalam negeri, jadi harus jelas,” kata dia.

Ia menyebut antar daerah misalnya Jakarta sebagai pusat negara, dengan daerah Timur yang terkadang tak terlihat, tentu ada perbedaan cara melatih guru-guru pengajarnya. Satriwan lebih menyarankan pemerintah untuk menggunakan guru-guru yang pernah dikirim ke luar negeri, untuk melatih guru-guru yang belum berkompeten.

Pada 2019 ini, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) RI mengirim guru-guru ke luar negeri, kurang lebih jumlahnya sekitar 1.200 guru. Mereka diberi waktu ke luar negeri untuk belajar, semestinya, dikatakan Satriwan, harusnya bisa menjadi master teacher.

“Mereka bisa menjadi guru-guru pelatih untuk mentransfer knowledge ke guru-guru yang ada di Indonesia. Kalau nggak, percuma dong mereka ke luar negeri, mereka ke luar kan bukan cultural exchange, mereka belajar singkat ke kampus-kampus. Itu mestinya dimanfaatkan, kenapa harus ada pelatih dari luar? Kami tidak masalah, tapi kami pertanyakan tadi. Kompetensi apa yang diisi pelatih dari luar ini?” papar dia.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) RI, Puan Maharani, mengungkapkan gagasan untuk mengundang guru dari luar negeri untuk mengajar di Indonesia. Pernyataan itu menuai kontroversi karena guru dari luar negeri itu dianggap menggantikan peran guru mengajar di kelas.

Namun, pernyataan ini diklarifikasi oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) RI, Muhadjir Effendi, yang menjelaskan bahwa Menko Puan bukan hendak 'mengimpor' melainkan 'mengundang' guru atau instruktur luar negeri, untuk program Training of Trainersatau ToT. Instruktur luar negeri itu tidak hanya untuk sekolah tetapi juga untuk lembaga pelatihan yang berada di kementerian lain, misalnya Balai Latihan Kerja atau BLK.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement