REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah menegaskan lembaga siap mengahadapi praperadilan yang diajukan Direktur Utama nonaktif PT. PLN Sofyan Basir di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel). Sofyan Basir menggugat statusnya sebagai tersangka kasus dugaan suap proyek PLTU Riau-1.
"Jika memang ada praperadilan yang diajukan, KPK pasti akan hadapi," kata Febri di Gedung KPK Jakarta, Jumat (10/5).
Namun, sambung Febri, sampai saat ini tim biro hukum KPK belu, menerima surat permohonan praperadilan. "Suratnya saja belum bisa terima jadi nanti lah ya setelah suratnya diterima di analisis dulu jadwal sidang nya sudah ada baru di informasikan,"ujarnya.
Menurut Febri, KPK yakin dengan aspek prosedural atau hukum acara dan juga substansi dalam penanganan perkara. "Apalagi sejumlah pelaku kan juga sudah divonis bersalah dan berkekuatan hukum.
Kuasa hukum Sofyan, Soesilo Aribowo membenarkan permohonan praperadilan yang diajukan kliennya. "Benar (ajukan praperadilan). Namun jadwal belum terima panggilan lagi. Saat ini belum ada persiapan khusus masih menunggu jadwal sidang," ujarnya kepada Republika.co.id.
Sofyan Basir mengajukan praperadilan melawan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sofyan mengajukan permohonan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dengan nomor perkara 48/Pid.Pra/2019/PN JKT.SEL pada Rabu (8/5) seperti dilansir Republika dalam website resmi PN Jaksel.
Dalam permohonannya, Sofyan mempermasalahkan sah atau tidaknya penetapan tersangka oleh KPK dalam hal ini selaku termohon. Setidaknya ada sejumlah petitum permohonan dari Sofyan Basir. Dalam provisi, misalnya, memerintahkan KPK selaku termohon untuk tidak melakukan tindakan hukum apapun kepada Sofyan Basir.
Tindakan hukum itu di antaranya melakukan pemeriksaan, penahanan, penggeledahan, penyitaan dan tidak melimpahkan berkas perkara dari penyidikan ke penuntutan. Hal itu sebagaimana dimaksud pada Surat Perintah Penyidikan Nomor: Sprin.Dik/33/Dik.00/04/2019 tertanggal 22 April 2019 dan Surat KPK R.I. Nomor: B 230/DIK.00/23/04/2019, tertanggal 22 April 2019 perihal pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP).
Adapun dalam pokok perkara, Sofyan Basir menyatakan bahwa Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) pada 22 April 2019 dan Surat KPK R.I. Nomor: B 230/DIK.00/23/04/2019 perihal pemberitahuan dimulainya penyidikan adalah tidak sah dan tidak berdasarkan atas hukum, dan oleh karenanya penetapan aquo tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
Begitu pula dengan penyidikan yang dilakukan termohon alias KPK terhadap pemohon sebagaimana tertuang dalam Sprindik dinilai tidak sah, tidak berdasarkan atas hukum, dan oleh karenanya penyidikan aquo tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Kemudian, menyatakan penetapan tersangka terhadap Sofyan Basir oleh KPK dalam perkara dugaa tindak pidana korupsi terkait kesepakatan kontrak kerja sama Pembangunan PLTU Riau-1adalah tidak sah dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.