REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Komisioner Komnas HAM periode 2012-2017, Maneger Nasution menyayangkan pernyataan Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto yang berencana membuat Tim Hukum Nasional yang memantau pencaci Presiden Jokowi. Rencana itu dinilai sebagai upaya respresif terhadap warga negara.
"Kita menyayangkan pernyataan tersebut. Pejabat publik tidak boleh membuat pernyataan yang berpotensi memberangus hak berpendapat warga negara," katanya kepada wartawan, Selasa (7/5).
Maneger yang juga Wakil Ketua Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah ini menilai pernyataan itu terlalu mengada-ada dan mengingkari sejarah Reformasi. "Indonesia sudah memilih jalan demokrasi. Jangan lagi ada pejabat publik yang berandai-andai membalikkan jarum jam sejarah reformasi, apalagi bernostalgia untuk kembali ke rezim represif," terangnya.
Maneger berharap sebaiknya rencana Menko Polhukam itu dipikir ulang. Sebab, ia khawatir, Tim Hukum Nasional yang diusulkan itu menimbulkan syiar ketakutan publik. Selain itu ia khawatir akan ada potensi pelanggaran HAM bila Tim Hukum Nasional itu diwujudkan.
"Jadi sebaiknya yang bersangkutan mengklarifikasi pernyataannya," tegas Maneger.
Hari ini, Wiranto mengklarifikasi pernyataannya terkait pembentukan Tim Hukum Nasional. Tim tersebut dibentuk bukan sebagai badan baru, tetapi sebagai tim bantuan di bidang hukum untuk pengendalian masalah hukum dan keamanan nasional.
"Itu bukan tim nasional, tapi tim bantuan di bidang hukum yang akan menyupervisi langkah-langkah koordinasi dari Kemenko Polhukam," ungkap Wiranto di kantornya, Gambir, Jakarta Pusat, Selasa (7/5).
Tim itu nantinya, kata Wiranto, akan menjadi tim bantuan hukum yang ada di bawah Kemenko Polhukam. Tim yang akan membantu dalam rangka sinkronisasi, harmonisasi, dan pengendalian masalah hukum dan keamanan nasional.
Tim tersebut akan berisi para profesor, doktor, dan pakar hukum dari berbagai universitas dan lembaga. Mereka akan membantu Kemenko Polhukam untuk memilah tindakan mana saja yang bisa dan tidak bisa dianggap melanggar hukum.
Wiranto menerangkan, saat ini banyak aktivitas-aktivitas yang seharusnya sudah masuk kategori melanggar hukum dan ditindak tetapi tidak ditindak karena jumlahnya yang begitu banyak. Banyaknya jumlah aktvitas itu mempersulit pemilahan secara singkat mana saja yang melanggar dan tidak melanggar hukum.
"Nah kita butuh tim bantuan itu. Bukan berarti secara formal dan secara organisasi kemudian kita abaikan, tidak. Kita memang ada, pemerintah punya lembaga-lembaga hukum yang sudah formal dalam ketatanegaraan Indonesia kan ada," tuturnya.
Menurut mantan Panglima ABRI ini, tim tersebut akan melihat permasalahan yang ada dari sudut pandang masyarakat, yakni masyarakat intelektual yang memiliki pemahaman terhadap hukum. Berbeda dengan kepolisian, kejaksaan, dan lembaga hukum formal lainnya.
"'Ayo, coba Anda nilai sendiri aktivitas masyarakat seperti ini sudah melanggar hukum atau tidak?' Kalau mereka mengatakan, 'Oke Pak, sudah melanggar hukum itu,' Oke kita bertindak. Jadi kita kompromikan (dahulu)," terang dia.